JENNA
Dalam
hidup, kita pasti pernah mengalami hal-hal yang tak sesuai dengan apa yang kita
inginkan. Seperti harus memilih mana hal yang kita cintai dan mana hal yang
paling kita benci. Konflik seperti itu biasanya dapat dengan mulus aku hindari.
Tapi kali ini, seberapa kuatpun pikiranku menolaknya, hatiku tetap bersikeras
untuk tetap mengikuti kata-katanya. Aku berdecak saat menyadari kebodohanku
sendiri. Hatiku kini main hakim sendiri, dia mengabaikan logika-logika yang sudah
susah payah aku bangun dengan sia-sia.
Jari-jari
yang daritadi sibuk untuk berkirim pesanpun berhenti sejenak, kupandangi layar
handphoneku. Asaku menerawang mencoba mencerna kejadian yang menimpaku
akhir-akhir ini. Melarikan diri dari kehidupanku yang lalu ke Bandung dan terbiasa kembali
dengan kehidupan yang super normal mungkin membuat hatiku pun kembali normal.
Tak ada masalah juga dengan suasana hatiku. Saat senang, dia meresponnya dengan
sangat baik begitupun sebaliknya. Aku tersenyum bangga, akhirnya perjuanganku
melawan gangguan bipolar yang yang selama ini aku derita menunjukan hasil yang
lumayan. “Gak terasa..”kataku berbicara pada diri sendiri.
Keadaanku
dengan Senja pun perlahan mulai aku terima. Aku tak lagi memikirkan hal yang
tidak-tidak. Tak semua pertanyaan harus
ada jawabannya dan yang harus kita lakukan hanya mencoba untuk ikhlas dan
kembali melanjutkan kehidupan. Berharap yang baik agar semesta merespon usahaku
dengan baik juga, namun mempersiapkan diri untuk hal terburuk sekalipun bukan suatu masalah
yang besar bagiku. Aku bernafas lega karena akhirnya dapat mengontrol langkah
yang akan kulakukan selanjutnya. Melarikan diri terus memang tak ada gunanya,
selain efeknya hanya sesaat, masalah yang ada pun tetap menggantung dibelakang
dan suatu saat pasti akan menghampiri kembali. Sekarang aku memutuskan untuk
tetap berjalan, dengan diriku yang utuh tanpa tekanan dan kebimbangan.
Sesaat setelah berkirim pesan dengan Keanu,
aku meletakan handphoneku di kamar. Yang penting dia sudah sampai di rumahnya,
pikirku. Walaupun pesan Keanu malam ini
agak sedikit menyebalkan. Entah siapa yang dia sebut ‘Fans’ itu. Aku sedang
malas berdebat juga. Kubiarkan dia dengan dunianya, karena aku juga akan melarikan
diri sejenak ke dalam duniaku untuk menceritakan sedikit tentangnya pada buku
catatanku.
Aku
mengambil buku catatan kecil berwarna ungu dalam tas kemudian duduk di teras
dengan Teh kotak dan rokok ku. Mulai membuka buku catatan yang sudah lama aku
abaikan. Malam dengan cuaca setenang ini sangatlah sayang jika aku lewatkan
begitu saja. Aku tersenyum melihat tulisanku yang berjudul Run. Sudah hampir
setengah jalan, kenapa tak kulanjutkan? Pikirku. Aku sendiri tak menyangka
pelarianku selama ini akan menemukan ujungnya. Keanu mungkin tak sadar, setiap
kata dalam deretan kalimatku adalah doa untuknya. Sebenarnya aku tak ingin
menyeretnya masuk terlalu jauh ke dalam kehidupanku. Tapi apalah daya, pintu
hatiku sudah terlanjur kubiarkan terbuka. Wajarlah jika siapapun bisa masuk ke
dalamnya dengan mudah. Namun tak ada yang benar-benar bertahan di dalamnya,
kebanyakan dari mereka hanya sekedar singgah sementara kemudian pergi lagi dan
aku sama sekali tidak keberatan. Hatiku tau, tamu tak layak jadi penghuni.
“Jangan pernah
masuk ke dalam duniaku, tak ada hal yang menarik di dalam sana. Hanya ada
ruangan besar dan kosong serta gelap di dalamnya. Sekali kau masuk, mungkin kau
tak akan pernah kembali.” - Jenna
Satu
kata untuk menggambarkan Keanu, “Kesepian”. Dari awal aku sudah tau, dia adalah
sumber pencari perhatian. Yang tak ku ketahui hanyalah alasannya menjadi
seperti itu. Aku mengabaikan rasa penasaranku akan alasan-alasan itu dan mulai
focus kepada rasa nyaman yang saat ini memang aku butuhkan dan jarang sekali
aku dapatkan akhir-akhir ini. Selain karena pikiranku kacau karena Senja
meninggalkanku tiba-tiba, rasanya tak adil menjadikan Keanu sebagai pelarian
semata. Simpati adalah kata awal yang mengantarkanku pada ketertarikan
selanjutnya pada Keanu. Semakin aku mengenalnya, semakin aku tau bahwa Keanu
tidak membutuhkan simpati dariku karena dia sudah punya segalanya. Harusnya
Keanu tak usah merasa kesepian, karena teman-temannya selalu ada untuknya kapanpun
dia butuhkan. Dengan pesonanya, dia juga bisa mendapatkan perempuan manapun
yang dia mau. Seharian ini aku sibuk memperhatikannya dan sedikit banyak sudah
mulai mengerti kehidupan seperti apa yang sedang dia jalani. Kebiasaannya di
rumah, canda tawanya, masih terekam jelas dalam ingatanku. Aku tak heran dari
mana wajah tampan itu berasal, ibunya adalah seorang keturunan Uzbekistan.
Semangatnya yang menggebu-gebu sudah pasti dia dapatkan dari Ayahnya yang
sepertinya seorang Pejabat di daerahnya dan juga seorang pembisnis. Tak heran
tekadnya sangat bulat sekali untuk belajar bisnis. Niatnya mulia, mungkin dia
hanya ingin membuat orang tuanya bangga. Aku salut dengannya. Dengan keadaan
yang seperti itu, dia bisa saja hanya berleyeh-leyeh dan berfoya-foya. Namun
aku tak melihat itu dari Keanu. Dia tetap low profile. Dia anak bungsu dari dua
bersaudara. Kakak perempuannya mengenyam pendidikan untuk menjadi seorang
Dokter dan tidak tinggal bersamanya. Walaupun Nampak sempurna, kurasa kurangnya
perhatian dari keluarga menjadi salah satu alasan Keanu sibuk mencari perhatian
dari luar. Aku tersenyum mengingat kehidupanku yang sedikit banyak sama seperti
dia.
Biasanya
aku tidak pernah berpikir panjang untuk jalan dengan pria manapun dalam masa
laluku, seperti aku memutuskan untuk percaya begitu saja kepada Senja. Namun
kali ini ada yang lain dalam pikiranku. Aku selalu berpikir akan setiap
tindakanku kepada Keanu. Aku takut sekali membuat kesalahan yang fatal. Otakku
tak berhenti bekerja jika sudah bertemu dengannya. Kata perkata yang aku
pilihpun selalu aku pikirkan sebelum aku ucapkan. Lagipula, harapanku tentangnya
terlalu muluk-muluk, selain karena Keanu bukan salah satu type pria idamanku,
aku merasa Keanu jauh dari kesan dewasa. Pembawaannya pun masih sangat
kekanak-kanakan sekali. Tapi entah kenapa, justru hal tersebutlah yang membuat
aku rindu. Yah, aku harus mengakui bahwa aku merindukannya. Aku jadi
membayangkan, bahwa hidupku akhir-akhir ini terlalu serius sampai-sampai aku
lupa caranya bersenang-senang. Bersenang-senang dalam dunia yang Keanu tawarkan
sangat berbeda sekali dengan yang ada di duniaku. Kami seperti dua anak manusia
yang dipertemukan di satu sore yang mendung dalam waktu dan moment yang
berbeda. Menyalahkan hal yang sudah terjadi tentu tidak membantu sama sekali.
Aku dan Keanu sekarang sudah bertemu dan kedekatan kami ini adalah hal yang aku
khawatirkan. Aku belum bisa menerka akan bagaimana hubungan kami berdua
kedepannya yang jelas aku akan lebih berhati-hati. Aku tak ingin menyakiti hati
nya. Tanpa sadar aku ingin sekali menjaga perasaannya. Aku sangat penasaran
tentang apa yang Keanu pikirkan tentangku. Apakah dia hanya penasaran dan
kasihan padaku atau dia memang menganggapku
pure sebagai rekan bisnisnya saja, tak lebih dari itu.
Biarkan aku
menjadi pemeluk segala resahmu dan biarkan aku menjadi tempat kemana kesepianmu
berpulang. – Jenna
Aku
menghela nafas panjang, aku tutup catatanku malam ini. Mulai membakar rokokku
dan terdiam sendirian di sofa teras favoritku. Aku termenung memikirkan rencana
aku pulang. Ini kali pertama aku pulang ke Jakarta semenjak aku memutuskan
untuk menetap di Bandung. Aku teringat kata-kata Keanu yang akan mengantarkanku
pulang. Apa jadinya bila nanti dia ikut dan bertemu dengan keluargaku langsung?
Apa yang akan keluargaku pikirkan tentangnya. Aku sendiri saja tak tau
bagaimana keadaan keluargaku sekarang. Banyak kekhawatiran yang menghampiriku
malam ini. Tiba-tiba aku teringat akan Keanu yang malam ini sedang menghabiskan
waktu dengan ‘Fans’ nya. Kata itu sungguh sangat menggangu. Aku ingin
menanyakan keberadaanya, namun akan sedikit berlebihan. Lagipula nanti pagi
otomatis dia akan mengajakku sarapan. Jadi apa juga yang harus aku khawatirkan.
Selama kita masih terlibat urusan bisnis, sepertinya aku tak akan kesulitan
mencari Keanu. Mengenai apapun hasil akhirnya nanti, aku akan mencoba untuk tak
menghiraukan. Sejak kapan aku selalu cemas dengan hal yang belum tentu
kejadian? Keanu mungkin sekarang sedang bersama perempuan-perempuan yang selalu
dia ceritakan disela-sela becandaannya. Walaupun memang aku tak banyak
berkomentar, namun aku selalu mengingat detail dari obrolan ataupun becandaan
yang selalu dia lemparkan. Perempuan yang manapun aku tak terlalu memperdulikan
pada awalnya, namun kini aku sedikit penasaran. Aku ambil handphoneku dan
membaringkan tubuhku di Kasur. Aku membuka halaman linimasa ku, sudah lama
sekali aku tak berselancar di dalamanya. Aku membuka akun @kwords yang sudah
aku searching dan mulai masuk ke dalamnya. Tak ada yang aneh di dalam update
status ataupun obrolannya dengan pemilik akun lainnya. Hanya ungkapan
kalimat-kalimat sederhana biasa dan obrolan-obrolan ringan yang memang biasa
Keanu ucapkan sehari-hari. Aku kembali ke timelineku dan mulai mengetik sebuah
kalimat disitu.
@jejennar : Setiap kata
adalah doa
Tak lama kemudian ada
notifikasi masuk di handphoneku
@kwords : @jejennar
tidur sih, jangan ceramah aja…
Senyumku seketika
terkembang melihat nama akun itu.
Reply to @kwords :
@jejennar : ini baru mau tidur kok J
Reply to @jejennar :
@kwords : good girl J
Reply to @kwords :
@jejennar : jangan nongkrong terus woooo…..
Reply to @jejennar :
@kwords : iya ini udah mendarat di kasur paling empuk J
Percakapan singkat dengannya, walaupun hanya melalu
linimasa, membuatku tenang. Diam-diam aku mengaharapkan percakapan ini tak
hanya terjadi dilinimasa. Udara malam yang dingin sudah mulai menggerogoti
seluruh tubuhku, aku berjalan ke kamar dan meletakkan buku catatanku di samping
tempat tidurku. Membolak-balikkan tubuhku mencari posisi yang pas dan berusaha
sekeras mungkin untuk memejamkan mata ini. Tak sabar menunggu pagi. Semakin aku
berkonsentrasi untuk tidur, semakin mataku menentangnya. Terkadang senyum
dibibirku terkembang sendiri tanpa kusadari jika mengingat kelakuan Keanu yang
selalu spontan. Aku geli melihat kelakuanku sendiri. Kusandarkan kakiku ke
tembok, dengan posisi kepala tetap di kasurku. Semoga senam lilin ini mampu
meredakan degup jantungku yang sekarang ini sudah berlebihan.
“Semenjak tersesat di sebuah hutan
serupa pikiranmu, menemukan jalan pulang tak pernah sesulit ini. – Jenna
Butuh
asupan vitamin, berupa beberapa butir kepercayaan diri yang bisa kutegak
sekarang, kemudian memuntahkan segala yang tak tersampaikan. Kira-kira
begitulah kondisiku malam ini. Gelisah tak enak hati. Kira-kira apa yang bisa
membuatmu berhenti meratapi malam? Setahuku saat rindu menamparku, cinta yang
kau tawarkan tak secengeng itu. Jangan salah pengertian, ini bukanlah ungkapan
penyesalan. Kau harus terima kenyataan, jika mungkin peranku datang kehidupmu
memang untuk memberikan luka yang menyakitkan. Sebelum itu terjadi, aku harus memikirkannya
matang-matang. Menghindari segala kecemasan dari berbagai hal buruk yang bisa
terjadi kapan saja. Lebih baik aku patah hati melihatmu melangkah dengan yang
lainnya, daripada melihatmu patah arah
dan aku tak bisa berbuat apa-apa. Kamu tidak perlu strategi untuk membuatku
buka mulut. Kita tak sedang berperang. Hanya saja rindu kadang tersesat dalam
malam yg terlalu larut.
“Tidak bisa
tidur kadang adalah suatu kondisi dimana kamu memang tidak menginginkannya --
tidur.” – Jenna
Waktu
menunjukkan pukul 6 pagi dan aku tak juga berhasil menutup mataku walaupun
hanya sekejap. Aku meregangkan tubuhku yang kelelahan. Duduk sejenak dan
merasakan darahku mengalir di tubuhku. Mengumpulkan sisa-sisa energy yang ada,
kubuka pintu kamarku. Udara dingin langsung menusuk tubuhku. Tanpa berlama-lama
aku langsung masuk ke dalam rumah dan merebus air panas. Mandi alakadarnya dan
berisap-siap untuk kembali ke rutinitas sehari-hariku. Saat aku membuka pintu
rumahku, Keanu sudah berdiri di ujung pagar.
“Kamu
pagi banget datengnya… “ aku langsung membukakan pagar untuknya dengan
tergesa-gesa.
Keanu
menunjuk-nunjuk jam di tangnnya “Kamu lama banget mandinya…” dia mencibirku.
“Jam
berapa emangnya sekarang?” tanyaku sesaat setelah membuka pagar.
Keanu
langsung menerobos masuk dan duduk di sofa terasku. “Jam 7.15 Master….”
Katannya lagi sambil meregangkan tubuhnya.
“Kamu
gak tidur ya? Matamu kok sayu gitu..” tanyaku memperhatikan matanya dari dekat.
Keanu
langsung reflex menghindar, sepertinya dia memang tak nyaman berdekatan
denganku.
“Ya
tidurlah, mataku kan emang kayak gini” katanya asal.
Aku
hanya mencoba percaya.
“Yaudah
tunggu, aku siap-siap dulu”, aku bergegas menuju kamar. Aku membubuhkan sedikit
make up ke wajahku, untuk menyamarkan wajahku yang kurang tidur dan membuatnya
lebih fresh. Hari ini aku ingin terlihat cantik, entah karena alasan apa.
Setelah
selesai, aku langsung bergegas meninggalkan kamarku. Keanu merebahkan tubuhnya
di sofa, matanya tertutupi oleh tangannya. Aku menyentuh bahunya rupanya dia
benar-benar tertidur. Aku tak tega membangunkannya, aku tau pasti dia begadang.
Aku tak ingin membayangkan bersama siapa dan dimana dia semalaman. Aku menunggunya
sekitar kurang lebih 20 menit dengan duduk di sofa bagian atas kepalanya. Keanu
membuka matanya dan langsung mendongak ke arahku.
“Aku
ketiduran lagi Master…” suaranya parau dan matanya merah.
“Ya
emang… sini kunci mobilmu, aku anterin kamu pulang yah.” Kataku akhirnya, tak
tega melihat keadaannya.
Dengan
pasrah Keanu menyerahkan kunci mobil yang sedaritadi digenggamnya. Kamipun
berjalan meninggalkan rumah. Tujuan pertamaku bukanlah kantor, namun rumah
Keanu. Jalanan pagi ini lumayan lengang tak semacet biasanya. Aku yang lumayan
ugal-ugalan sama sekali tak mengganggu Keanu yang sejak sampai di mobil sudah langsung
tertidur pulas lagi. Padahal daritadi handphonenya terus bergetar, namun dia
benar-benar tidak menyadarinya. Benar-benar lelap. Diperjalanan sekitar 30
menit kami pun sampai di rumah Keanu. Aku membangunkannya perlahan. Keanu
terbangun kaget, dia celingak-celinguk kesekitarnya. “Kok kita pulang Master…?”
tanyanya smabil mengucek-ngucek matanya.” Ya kamu yang pulang, aku berangkat ke
Kantor udah cepet sana masuk!” aku memberikan perintah. Keanu sepertinya masih
setengah sadar, dia berjalan sempoyongan. Aku masuk sebentar untuk memastikan
dia langsung ke kamarnya. Pagi itu Bibi sedang sibuk merapikan ruang tamu, dia
tersenyum ke arahku. Aku meletakkan kunci mobil di gantungan di samping buffet
pajangan di ruang tamu.
“Mas
Keanu baru pulang yaa…” Bibi menyapaku pagi ini.
Aku
tertegun heran.
“Baru
pulang? Maksudnya Bi?” tanyaku kebingungan. Setahuku, pagi ini Keanu baru saja
sampai di rumahku dengan tubuh yang kelelahan. Jadi, darimana sebenarnya dia?
“Semalam
gak pulang kan Mbak…” Bibi menyambung ucapannya sambil melap meja tamu.
“Oh,
mungkin dia nginep di rumah Meow Bi. Saya pamit dulu yaa”, kataku kemudian.
“Iya
Mbak… Hati-hati” katanya mengantarku sampai ke ujung pintu.
Aku
bergegas berjalan kaki menuju ke depan komplek. Udara pagi itu begitu segar dan
aku sangat menikmatinya. Jalanan dari rumah Keanu menuju depan kompleknya
ternyata sangat panjang jika ditempuh dengan berjalan kaki. Pikiranku
berkelana, kemana Keanu semalam. Dia benar-benar menghabiskan waktunya di
luaran. Aku jadi merasa membuang waktu tidurku dengan percuma. Mengingat aku tak tidur sama sekali
semalaman hanya untuk memikirkan orang yang sedang menghabiskan waktunya entah
dimana dan bersama siapa. Aku kesal sendiri. Kupercepat langkah kakiku agar
cepat meninggalkan tempat itu. Akihirnya aku menemukan Ojek yang kebetulan
sedang lewat ke arahku dan menawarkanku tumpangan. Tanpa berpikir panjang, aku
langsung meng-iyakan.
Untungnya
menggunakan ojek lebih menghemat waktuku, aku hanya telat sekitar 15 menit dari
jam masuk kantorku. Mood ku pagi ini benar-benar berantakan. Aku menyeduh susu
hangat unttuk sekedar menghilangkan gemetar tubuhku. Aku segera masuk ke dalam
ruangan kerjaku, menyumpal kupingku dengan headset dan memutar lagu sekeras
yang aku mau agar aku tak bisa mendengar suara dari pikiranku sendiri.
If I let you in,
you'd just want out.
If I tell you
the truth, you'd vie for a lie.
If I spilt my
guts, it would make a mess we can't clean up.
If you follow
me, you will only get lost.
If you try to
get closer, we'll only lose touch.
But you already
know too much, and you're not going anywhere.
( Don’t Go –
Bring Me The Horizon )
Aku
hanya focus pada pekerjaanku hari ini dan tidak mengeluarkan sepatah katapun
semenjank tiba di Kantor. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan tangan yang menepuk
pundakku. Aku sontak langsung melepaskan headset-ku dan menoleh. Adi sudah
berdiri di belakangku dengan wajah bertanya-tanya.
“Kenapa
Non, pagi-pagi udah muram aja?” tanya nya.
Aku
hanya menengadah, mencoba mempusatkan perhatianku. “Gak apa-apa” jawabku parau.
“Gak
pernah-pernahnya lho liat kamu kayak gitu, udah kayak pengen makan orang aja
mukamu.” Katanya lagi, sekarang dia duduk disebelahku. Aku memalingkan wajahku
kembali ke depan layar komputerku.
“Di..”
kataku kemudian.
‘Iya,
kenapa?” tanyanya tenang.
“Aku
pengen cuti deh, boleh gak ya..” kataku lagi.
“Kamu
kayaknya emang butuh liburan deh. Selama disini kamu gak pernah ambil cuti kan?
Aku liat kamu gak pernah pulang ke Jakarta juga”. Tanpa harus kujelaskan lebih
lanjut, Adi sudah mengerti maksudku. Aku mengangguk pelan.
“Ya
udah aku buatin surat cutinya deh, nanti kamu tinggal tanda tangan dan kasih ke
Boss sama ke Isa ya.” Katanya menenangkan.
Aku
memasang muka melas, “Aaaaaaaaaaaaak kamu emang the best banget seBandung Raya
Di……” kataku merengek kearahnya.
“Ya
udah sana lanjutin kerja dan jangan lupa senyum” katanya sambil meletakkan
kedua telunjuknya di mulutnya yang melengkungkan senyum yang dibuat-buat.
Aku
tersenyum ke arahnya dan mengangguk, agak sedikit tenang. Kusumpalkan lagii
headset di telingaku.
Kesibukanku
hari ini berhasil mengalihkanku dari pemikiran-pemikiran tak penting. Aku terus
meyakinkan diriku bahwa aku hanya terbawa perasaan saja. Mungkin efek dari
ditinggalkan begitu saja oleh pacarku kemudian muncul orang baru yang mengisi
hariku. Bukan berarti aku harus menggantungkan harapanku padanya, bukan?
Lagi-lagi hatiku menyangkalnya. Sudahlah, aku menyerah.
Disela-sela
kesibukanku di social media, aku sempatkan untuk login ke halaman Facebook
pribadiku, mengecheck siapa tau ada hal menarik disana. Ada beberapa friend
request dari orang yang sama sekali tak aku kenal begitupun dengan message-nya.
Aku abaikan begitu saja. Tiba-tiba ada satu nama yang familiar terselip di
salah satu inboxku. Gema Fatahilah. Aku membukanya dan tersenyum. Dia salah
satu teman SMP-ku, seingatku dulu kami tak terlalu dekat. Dia hanya menanyakan
kabarku. Aku lihat tanggal message tersebut dan sudah terlewat beberapa Minggu.
Udah basi kalau dibalas, pikirku, tapi karena memang iseng, aku balas juga pada
akhirnya dengan jawaban yang singkat juga. “Baik, kamu?.
Jam
pulang akhirnya tiba, tapi aku masih sangat malas untuk beranjak. Selain karena
bingung akan hal yang akan aku lakukan sendirian di rumah, sendirian hanya
mendekatkanku pada kecemasan yang sama berulang-ulang. Aku lihat layar
handphoneku yang baru saja kunyalakan. Terpampang nama Keanu mengirimkanku
beberapa pesan di BBM. Aku membukanya… dia hanya memanggil namaku dan
selibihnya banyak sekali PING! Belum sempat aku membalas BBM-nya, panggilan
masuk terpampang di layar handphoneku. Siapa lagi, Keanu.
“Ya Ken..” kataku datar
“Kamu kemana aja sih
daritadi aku hubungin gak masuk-masuk” dia nyerocos tanpa jeda.
“Handphone nya baru
aktif, daritadi aku sibuk aja”, lagi-lagi aku menjawab datar.
“Aku di depan kantormu
ini, sendirian. Mau masuk gak enak daritadi” katanya lagi.
Sudah kuduga, dia ini memang seenaknya saja. Aku menghela
nafas panjang. “Iya tunggu bentar ini aku lagi rapiin meja dan siap-siap
dulu.”kataku masih dengan sangat datar.
Aku mengambil surat cuti yang sudah ditanda tangani oleh
bosku diruangannya. Beruntung karena kelakuan baikku selama bekerja disini, aku
diberikan cuti yang tak tanggung-tanggung, 2 Minggu. Akupun berterima kasih
pada bosku dan berpamitan. Aku menyalami Adi, Teh Isa, Roni dan beberapa orang
di Toko. “Tenaaaang…. Ini kan Cuma cuti, jadi tunggu aku pulang yaa….”kataku
saat berpamitan. Mereka hanya sibuk mewanti-wanti untuk membawakan oleh-oleh
kalau-kalau aku pergi liburan, aku hanya mengangguk mengiyakan.
Aku langkahkan kakiku yang gontai menuju keluar. Aku tak
tau wajah seperti apa yang harus aku pasang saat bertemu dengan Keanu. Walaupun
tak masuk akal, tapi entah kenapa aku kesal saja padanya. Bukan hakku, memang.
Keanu berdiri di pintu masuk Toko, aku hanya tersenyum suram. “Hay..” sapaku.
Keanu tersenyum, senyum yang mencurigakan… Tanpa berbasa-basi dia menarik
tangaku dan membukakan pintu mobil dan mempersilahkan aku masuk, setelah aku
duudk, dia memasangkan sitbelt untukku. Entah apa maksud dari segala sikapnya
itu, aku malah terkesan malas-malasan. Sepertinya Keanu pun membaca ekspresiku,
karena selama perjalanan dia hanya senyum-senyum sendiri. Aku tak mau memulai
pembicaraan walaupun aku sedikit penasaran kemana dia membawaku pergi kali ini.
Lagi-lagi aku abaikan, lagipula mau kemanapun tak ada efeknya untuk perempuan
yang tak punya planning sepertiku.
Ternyata dia berbelok ke Mall yang paling ramai di Bandung,
Paris Van Java. Keanu masih senyum-senyum mencurigakan sambil sesekali
bernyanyi mengikuti alunan musik di dalam mobil. Tak ada sepatah katapun yang
dia keluarkan, begitupun denganku yang hanya sesekali melirik ke arahnya.
Setelah memarkirkan kendaraannya dia melepaskan sit belt dari tempat dudukku,
aku masih terheran-heran dengan sikapnya yang agak aneh hari ini. Mungkin
karena dia merasa bersalah, baguslah pikirku. Namun lagi-lagi berbenturan
dengan suara hatiku yang lain. Kenapa juga harus merasa bersalah, hell no! Kita
berdua pun sama-sama turun.
Aku tak banyak bertanya, hanya mengikutinya. Ternyata dia
membawaku ke restaurant cepat saji. Jadi, dia senyam-senyum mencurigakan
seperti ini hanya untuk membawaku ke restaurant cepat saji? Aku mengomel dalam
hati. Aku tak ikut memesan dengannya, hanya langsung duduk di bangku luar
sambil merokok dan memperhatikan sekitarku. Keanu juga tak menghiraukan, dia
malah langsung sibuk mengantri di cashier. Tak lama kemudian dia membawa nampan
yang penuh berisi makanan berupa ayam goreng dengan sausnya yang bermacam-macam
dan puding-puding dan duduk disebelahku.
“Selamaaatt
makaaaann…….” Katanya sumringah.
Aku tak berkomentar
apa-apa, lagipula aku juga memang lapar. “Selamat makaaaan…” kataku lesu.
Aku mengambil sepotong paha ayam dihadapanku. Alangkah
shock-nya aku ketika rasa pedas tiba-tiba menggigit lidahku. Aku menjerit kearah
Keanu dan mencubitnya sekencang yang aku ingat. Keanu hanya terkekeh sambil
memegangi perutnya.
“Hahahaha kenapa
Masteeeerrrrrr” katanya masih sambil tertawa geli.
“Astagaaaa….
Kamuuuuuuuuuuuuu yaaaaaaaaa……….. Tegaaaaaaaaaaaa” kataku mengatupkan mulutku
mencari-cari minuman di meja, namun tak juga ku temukan. Kuseruput pudding di
hadapanku, tak peduli lagi dengan ekspresiku sekarang. “Makanan apan sih nih?”
aku menggerutu.
“Ayam lah master apaan
lagi” Keanu masih tertawa geli. “Tapi pedasnya level 10”, dia tertawa terus
seolah ini hiburan yang sangat lucu untuknya. Aku berdiri hendak memesan minum
karena manisnya pudding ternyata tak dapat melenyapkan rasa pedas di lidahku.
Keanu asik dengan
makanan di hadapannya yang rasanya nampak normal, masih dengan tertawa-tawa.
Dia menarik tanganku, memerintahkanku untuk duduk “Nih” katanya sambil
menyodorkan sebotol air mineral yang dia ambil dari belakang tempat duduknya.
Tanpa basa-basi lagi aku langsung meminumnya dengan tak santai.
“Kamu niat banget yaa”
kataku speechless namun kali ini aku tersenyum tak habis pikir.
Keanu masih asik dengan
makanan dihadapannya. “Aku cuma mau mastiin aja, ternyata ada yang lebih pedas
dari wajah kamu sore ini” mulutnya penuh oleh makanan.
Lagi-lagi aku
tersenyum, kemudian mengambil makanan yang ada dihadapan Keanu dan menukarnya
dengan makanan milikku tadi. Dengan buru-buru aku langsung memakan ayam
miliknya dengan lahap. Keanu menghadapkan tubuhnya ke arahku dengan wajah yang
nyaris tertawa. Dia Mengangguk-ngangguk, “Oke.. oke…”katanya sambil kemudian
mengambil sepotong ayam yang tadi aku makan dan mencelupkannya ke dalam sauce
keju. Dia masih mengangguk “Pedes sih… tapi not bad lah yaa kalau pake keju…”
dia masih menahan tawanya.
Aku menghadapkan
tubuhku ke arahnya, “aku gak mau tau kamu harus habisin semua ini tanpa sauce
keju!” kataku sambil mengambil semua sauce keju di hadapannya dan lagi-lagi
kuhabiskan begitu saja.
Kali ini Keanu tak bisa
menahan tawanya lagi. Aku sekuat tenaga menahan agar tak ikut tertawa.
“Gak usah sok cool gitu
Master…” katanya masih tertawa dan meletakkan jarinya di ujung bibirku. “Ini
sauce keju-nya buat apa ditaro disini? Buat dibawa pulang?”katanya kemudia
melap pinggiran bibirku dengan telunjuknya. Kuambil beberapa lembar tissue yang
ada di nampan dan melapnya sendiri. Aku gugup dan tak tau harus berkata apa,
rasa kesalku tiba-tiba hilang dan soreku saat itu hanya diisi dengan tertawa.
Harus
aku akui, Keanu memang pandai sekali mencairkan suasana dan aku menikmatinya.
Aku tak ingin membahas hal yang terjadi tadi pagi, keberadaan Keanu disampingku
saat ini sudah lebih dari cukup untukku. Setelah makan, Keanu mengajakku
berkeliling Mall untuk melihat-lihat model sepatu yang kini sedang uptodate.
Dia juga ingin tau apa saja nama sepatu yang selalu dikenakan oleh kaum hawa
karea bisnisnya memkasa dia harus tau. Aku dengan sabar mengajarkannya beberapa
hal. Tentang metode promo dan hal-hal yang perempuan suka dari sepasang Sepatu.
“Kamu suka banget sama
sepatu ya Master?” Keanu bertanya saat aku sibuk melihat-lihat sepatu di sebuah
Toko.
Aku
mengangguk dan menjelaskan nama-nama model sepatu yang terpampang disitu. Keanu
hanya mengangguk-ngangguk.
“Good shoes take us to
a good place” kataku kemudian. Keanu hanya tersenyum mendengar quotes yang baru
saja aku sampaikan. Jika dia memperhatikan, dia pasti tau bahwa aku gemar
mengkoleksi sepatu. Apalagi dia sudah pernah masuk ke dalam kamarku dan sepatuku
berderet rapi di tempatnya.
“Ukuran sepatumu size berapa Master? 36/37?” kali ini dia
ikutan sibuk memilih sepatu bersamaku.
“Yah sekitaran segitu”,
jawabku. Dia mengambil beberapa pasang sepatu dengan model yang berbeda-beda
dan menghampiri salah satu penjaga toko yang sedari tadi menemani kami kemudian
pergi bersamanya. Setelah puas melihat-lihat, aku duduk sebentar karena kakiku
cukup lelah berjalan-jalan daritadi.
Tak lama kemudian Keanu
datang dengan dua paperbag besar ditangannya, “Nah aku beli ini buat contoh,
gimana menurut kamu Master? Masing-masing satu model biar aku gampang ingat”
katanya kemudian. Aku tak habis pikir dengan kelakuannya.
“Contoh kan bisa kita
googling Mas… tinggal print dan kasih ke Mas Egi untuk produksi” aku protes
karena alasannya sama sekali tak masuk akal.
“Ya udah kalau gitu ini
buat nambah-nambahin koleksi kamu deh..” katanya menyerahkan paperbag-nya
kepadaku.
“What?” aku terperangah
kali ini.
“Gak suka? Ya udah..”
Keanu meletakkan paperbagnya di lantai dan melenglang pergi meninggalkan Toko.
Aku semakin tak habis
pikir, aku raih kedua paperbag yang lumayan berat itu. Entah ada berapa pasang
sepatu di dalamnya. Dan berlari kecil mengejar Keanu yang hanya berjalan
santai. Aku berjalan cepat untuk membuat langkah kami sejajar.
“Mas… ini… eh…. “ aku
berusaha menyampaikan sesuatu namun aku juga bingung.
Keanu menghentikan
langkahnya, mengambil paperbag tersebut dari genggaman tanganku. “Aku capek nih
master.. pulang yuk!” katanya kemudian. Lagi-lagi aku hanya mengikutinya. Ada
perasaan yang tak menentu dalam diriku. Aku tak ingin Keanu bersikap seperti
ini. Aku ingin Keanu bersikap biasa saja. Aku heran, kenapa hal seperti ini
bisa dengan sangat mudah mengusik pikiranku. Aku flashback kembali, hal seperti
ini harusnya biasa sekali untukku dan aku tak ingin membiasakannya lagi.
Setelah
sampai diparkiran, Keanu meletakkan paperbag sepatu tersebut di bagasi. Aku
buru-buru masuk. Keanu tak berkata apapun, dia hanya bernyanyi-nyanyi kecil
saja.
“Kok tumben gak Monkey
Mejik?” aku bertanya duluan.
“Hah?” katanya
kemudian.
“Headlight!” kataku
berseru.
“Kamu tau juga
lagu-lagunya?” Keanu terkekeh.
“Ya gimana gak tau,
setiap hari kamu puterin lagu itu terus”, tanpa aku sadari aku benar-benar
mengingat setiap detail dari apa yang Keanu lakukan sehari-hari. Aku memandangi
jalanan di luar jendela.
Keanu memutarkan
lagu-lagunya lagi sekarang.
“Kapan-kapan kita ke
Jepang yuk Master” katanya lagi. Tanpa harus dia jelaskan pun aku sudah tau
kalau dia suka sekali dengan hal-hal yang berbau Jepang. Aku bisa melihatnya
dari berbagai hal yang aku temui di rumah dan kamarnya .
“Boleh… rajin-rajin
dulu Bisnisnya, biar bisa nabung” kataku tanpa memalingkan pandanganku.
“Iya pastinya.. udah
mulai rame juga itu group Cat Women kita.”katanya antusias.
“Nanti sampe rumah aku
browser beberapa model sepatu lagi buat di upload ke group” kataku menambahkan.
“Itu baru Masternya
aku…..” Keanu mencondongkan tubuhnya kesamping.
Aku
tersenyum saja, walaupun aku memperhatikan jalanan di luar sana, sudut mataku
tak dapat berlari lebih jauh lagi dari setiap tingkah lakunya.
Akhirnya
kami sampai di parkiran biasa di dekat rumahku. Keanu otomatis turun dan
mengambil barang-barang yang ada di bagasi. Dia berjalan mengantarkanku ke
rumah. Suasana malam itu sangat tenang sekali. Tubuhku sangat lelah dan mataku
pun mengantuk tersapu oleh angin malam itu. Wajarlah, beberapa hari aku kurang
istirahat karena jarang tidur. Jika malam ini aku akan tidur lelap, aku akan
sangat senang sekali. Sesampainya di pagar rumah, seperti biasa Keanu
menungguku untuk mengecheck segala sesuatunya terlebih dahulu, “Browsing sama
update di group nya besok lagi aja Master, langsung tidur aja”, katanya. Aku
hanya mengiyakan. Ada yang tak biasa dari sorot matanya malam ini, yang jelas
itu membuatku ingin menahannya lebih lama disini. Namun fisikku tak lagi siap
menampung segala pergerakanku dan hanya sanggup mengucapkan terima kasih..
Keanu hanya mengangguk sambil tersenyum kemudian berpamitan pulang, aku berdiri
memandanginya dari balik pagar sampai dia lenyap dibalik tikungan. Malam ini
aku hanya sempat membersihkan wajahku seadanya, mengganti bajuku dan langsung
merebahkan tubuhku di kasur.
--------------------------
Pagi ini aku terbangun dengan sangat bersemangat.
Walaupun hari ini aku sudah mulai cuti, namun aku tetap bangun pagi. Sambil
berpikir untuk memutuskan kapan aku akan pulang ke Jakarta. Sebenarnya aku tak
ingin benar-benar pulang, masih ingin berada disini. Aku menyeduh susu hangatku
pagi ini sambil bernyanyi-nyanyi kecil untuk mengusir sepi di rumah kosong ini.
Kuraih handphone ku yang semalam tak sempat kumatikan. Ada beberapa notifikasi
di layarnya. Kubuka dan aku kaget melihat nama itu muncul di deretan pesan yang
masuk. Senja. Aku meletakkan susu yang dartitadi aku genggam ditangan kiriku.
Kugenggam hapeku dengan dua tangan dan menggigit bibirku mempersiapkan apa yang
akan aku lihat.
Senja : Jen, aku
baik-baik saja disini. Aku percaya kamupun disana baik-baik saja. Aku
menghilang bukan tidak memikirkanmu. Tentu saja aku memikirkanmu, memikirkan
hubungan kita. Butuh waktu yang tidak sebentar untukku akhirnya bisa
menghubungimu dan berkata jujur padamu. Tapi sepertinya aku tidak bisa
menahannya lebih lama lagi. Aku tidak bisa terus lari seperti ini. Apa yang
sudah kita jalani selama ini tentu tak akan pernah cepat aku lupakan sampai
kapanpun. Kamu perempuan yang luar biasa yang pernah aku temukan. Namun
sepertinya tujuan kita dipertemukan memang bukan untuk mempertahankan hubungan
ini. Tak perlu kujelaskan satu persatu alasannya, aku yakin kamu sudah paham
Senja : Percayalah, aku
memutuskan hal seperti ini bukan karena aku sangat yakin tak akan menyesal
dengan keputusanku dan tak akan tersiksa untuk membiasakan hariku tanpamu lagi.
Namun untuk saat ini, aku rasa ini yang terbaik untuk kita berdua. Untuk hal
tersebut akupun yakin kamu setuju.
Senja : Aku
menyayangimu, aku harap kamu bisa lebih menyayangi dirimu sendiri. Maafkan aku
atas segala kekuranganku selama ini. Doa baikku selalu menyertaimu. Take care.
Deretan-deratan
kalimat itu berpendar dalam setiap ruang ditelingaku. Walaupun aku sudah sangat
yakin untuk mempersiapkan hal ini sebelumnya, namun tak bisa kupungkiri, Senja
benar dalam hal ini. Dadaku sesak, aku terduduk lemas. Tak terasa air mataku
mengalir begitu saja. Aku mengusapnya dan kembali ke layar di handphoneku,
jari-jariku belum siap untuk merespons pesan dari Senja itu. Air mata ini,
entah adalah air mata kesedihan karena aku harus menerima kenyataan bahwa aku
sudah kehilangan Seja. Atau air mata ketenangan karena pada akhirnya aku
mendapatkan kabar kepastian darinya. Walaupun kabar yang tidak terlalu bagus
untukku, namun setidaknya dia baik-baik saja. Aku close pesan dari Senja dan
menuju pesan baru selanjutnya. Ada beberapa notifikasi dari group online shop
namun aku abaikan. Pesan dari Keanu adalah yang selanjutnya aku tuju. Dia
mengirimkan beberapa pesan dari semalam ternyata namun tak sempat aku buka.
Reflex jariku langsung mengetik sebuah kata disitu “Peluuuuuuuuuuuk!”
Aku tak mengerti
tentang perasaan yang aku rasakan, yang jelas air mataku tak mau berhenti
mengalir. Rasanya, aku tak harus sesedih ini. Pikirku. Sepagi ini, Keanu
mungkin belum bangun. Pesankupun hanya delivered saja namun belum juga
dibacanya. Mau menyesal juga aku sudah terlanjur mengirimkannya. Aku hanya
merenung di tempat tidur dan memeluk gulingku erat-erat. Semangat yang tadinya
menggebu-gebu itupun sirna seketika dan aku tak tau harus berbuat apa. Aku
sibuk memikirkan kata-kata apa yang harus aku ungkapkan kepada Senja untuk
membalas pesannya tersebut. Namun tak juga aku temukan kata-kata yang pas.
Kulihat pesanku pada Keanu, sekarang sudah menunjukkan tanda read. Tapi masih
tak ada balasan darinya. Lagipula Keanu pasti heran dengan isi pesanku yang
aneh seperti itu. Aku tak ada keinginan untuk menjelaskan padanya juga, jadi
kubiarkan saja. Dalam benakku aku mencoba mengumpulkan potongan-potongan hal
yang harus aku lakukan untuk membersihkan kekacauan yang ada dalam pikiranku.
Pagiku hilang ditenggelamkan siang.
Apakah itu memang kamu, pemilik segala resahku?” – Jenna
Tiba-tiba lamunanku
dibuyarkan oleh suara ketukan pagar. Entah berapa jam aku tetap berkutat dengan
diriku sendiri, tak bergeming sedikitpun. Aku melirik dari balik gordeng
kamarku. “Keanu..” aku bergumam. Kali ini dia memasukkan mobilnya tepat ke
depan rumahku. Dia sudah keluar dari mobil yang mesinnya masih dibiarkan
menyala. Aku langsung bergerak cepat membuka pagar dan reflex memeluk Keanu
yang masih berdiri disamping pagar. Aku tak sanggup menahan luapan emosiku
lagi, yang aku ingat aku memeluk Keanu sangat erat, sambil menagis dibahunya.
Wangi parfume nya yang manis memenuhi indra penciumanku. Aku tak peduli dengan
apa yang Keanu pikirkan tentang diriku, yang jelas aku merasa tenang sekali
dalam dekapannya dan hanya ingin terus seperti ini. Yang aku tau, Keanu
membalas pelukanku sambil mengelus-ngelus rambutku. Tak ada sepatah katapun
yang keluar dari mulutnya.
Beberapa saat kemudian, aku mulai tenang dan air mataku
sudah mulai mengering. Keanu bisa menenangkanku hanya dengan satu pelukan. Aku
merasakan wajah dan mataku sedikit membengkak. Keanu membuka seluruh pagar dan
memarkirkan mobilnya di garasi kali ini. Dia keluar lagi dan langsung
menghampiriku yang masih sesegukan terduduk memeluk lutut disofa.
Dia
jongkok di depanku dan menengadahkan wajahnya tepat dihadapan wajahku. Mengusap
sisa air mata dipipiku dengan jarinya. Aku hanya bisa menggigit bibirku tanpa
sanggup berkata-kata. “Putus?” katanya lembut masih sambil mengusap-ngusap
pipiku. Aku hanya mengangguk pelan saja. Aku memperhatikan wajahnya dengan
seksama dan aku benar-benar terpesona. Tak tau bahwa aku bisa ternyata bisa
menjadi sangat jujur dihadapannya. Jujur mengenai perasaanku. “Kamu sedih
karena diputusin atau karena memang gak mau putus?” tanyanya lagi. Aku hanya
menggelengkan kepalaku. “Terus kenapa? Jelek banget..” katanya kali ini sambil
tersenyum, manis sekali. Lagi-lagi aku hanya menggelengkan kepalaku. Keanu
mengehela nafas panjang dan berdiri kemudian mengambil sesuatu dari dalam
mobilnya. Dia menyerahkan Teh Kotak yang sudah dia buka dan menyodorkannya
kepadaku. Aku langsung menyeruputnya dan meletakkannya kembali dipinggir sofa.
Keanu mengambil rokok milikku, menyalakannya dan menyodorkannya lagi kepadaku,
aku hanya menerimanya. Kemudian dia menyalakan rokok miliknya. Kini kami berdua
hanya terdiam saja.
“Mandi
gih sana… kita pergi yuk!” dengan nada memerintah seperti biasa dia mengabaikan
aku yang masih terdiam.
Sementara
aku, seperti tersihir oleh pesonanya hanya langsung bergegas mengiyakan. Aku
menatap wajahku dicermin, menambahkan make up untuk menyembunyikan wajah dan
mataku yang sembab. Rambutku yang panjang kukuncir ke atas senhingga wajahku
kali ini terlihat sangat jelas. Aku mengenakan sweater putih dan jeans hitam
ketat yang robek dibagian lututnya hari ini. Aku melirik ke deretan sepatu
koleksi milikku, aku mangambil paperbag sepatu yang kemarin Keanu belikan. Aku
membukanya satu persatu, ada 7 pasang sepatu di dalamnya. Aku tersenyum melihat
sepatu-sepatu yang Keanu pilihkan. “Not bad..” pikirku. Aku memilih ankle boots
yang haknya tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 5 cm berwarna hitam. Aku coba
dan kulihat di cermin. Walaupun mataku masih terlihat sipit tapi tak masalah
wajahku sudah kembali fresh. Aku meyakinkan pada diriku sendiri bahwa hari ini
akan baik-baik saja. Biarlah segala pertanyaan tentang perasaanku yang campur
aduk ini aku simpan dulu sampai nanti aku benar-benar bisa menafsirkannya. Aku
siap untuk bersenang-senang. Aku melangkahkan kakiku keluar kamar.
“Yuk..”kataku dengan senyum semanis mungkin. Keanu hanya tersneyum melihat
penampilanku yang sudah kembali seperti semula, tidak semuram tadi. “Nah gitu
dong kan cantik…” katanya berusaha menghiburku. Dia membukakan pintu mobilnya
dan mempersilahkan aku masuk. Setelah mengeluarkan mobil dan kembali mengunci
pintu pagar rumah, Keanu dan aku
langsung meluncur entah kemana.
Ternyata dia berjalan ke arah kampusnya. Waktu maish
menunjukkan pukul 9 pagi saat itu. Dia memarkirkan kendaraannya di bawah sebuah
pohon besar. Suasana disekitarnya sudah mulai dipenuhi oleh mahasiswa-mahasiswa
yang akan berkutat dengan aktivitasnya masing. Sebagian besar masih menongkrong
santai dipinggiran trotoar. Keanu kemudian mengambil handphonenya dan menelpon
seseorang.
“Dimana?” tanyanya
kemudian, aku hanya mendengar orang disebrang telepon sana menjawab dengar
samar-samar. “Okay… nih gue kesitu” katanya lagi. Aku kebingungan. “Yuk!”
katanya ke arahku.
“Kita ke kampusmu?
Ngapain?” tanyaku agak sedikit berlebihan. “Ada yang harus aku urus di kampus
dan kamu gak ke kantor pagi ini, jadi kamu gak ada pilihan lain selain ikut aku
aja kan?” katanya memerintahkanku untuk segera turun. Keanu belum tau kalau aku
sudah mulai cuti perhari ini. Aku mengingat dandananku dan agak sedikit cemas.
Mengingat ini daerah kampus, bukan di Mall. “Ini aku gak apa-apa kayak gini?”
tanyaku menunjuk jeasnku sekedar memastikan. “Kamu kan kesini nemenin aku,
bukan buat masuk kelas” katanya tersenyum meyakinkan. Akhirnya aku mengikutinya
untuk turun. Keanu berjalan kearahku, menarik tangaku dan menggenggamnya, dia
sepertinya tau kalau aku agak kurang nyaman. Dengan sikap Keanu yang seperti
itu, kecemasanku memudar perlahan dan aku sedikit aman. Sepanjang perjalanan,
banyak yang hanya sekedar menyapa Keanu entah itu perempuan atau laki-laki.
Keanu hanya menyautinya satu persatu dengan santai. Lumayan famous sepertinya
dia ini di kampusnya. Beberapa tatapan sedikit menggangguku, terlebih lagi
tatapan-tatapan dari anak-anak perempuan yang sedang bergerombol yang tak
henti-hentinya menghujaniku dengan tatapan mencurigakan. Keanu mempererat
genggaman tangannya matanya hanya menatap jalanan di hadapannya tak terlalu
memperdulikan. Aku melirik ke arahnya dan berjalan dengan tenang. Dari kejauhan
aku melihat segerombolan anak muda yang sedang duduk-duduk mengobrol di selasar.
Disana aku lihat ada Redi, Meow dan anak
lainnya yang mukanya familiar untukku namun aku lupa namanya. Beberapa diantara
mereka lebih tak asing lagi dimataku, teman-temannya Senja, malah satu orang
diantaranya aku sangat kenal sekali karena dia adalah teman Band nya Senja. Aku
melepaskan genggaman tangan Keanu secara reflex, Keanu melirik ke arahku,
tersenyum melihat wajahku yang tak lagi dapat menyembunyikan rasa panik. Aku
mengatur nafasku agar bisa terlihat normal, dalam batin aku meradang, entah
masalah apalagi yang akan aku hadapi sekarang. Akhirnya kami tiba diselasar
tersebut. Mereka langsung bercengkrama, Keanu tidak perlu lagi mengenalkanku
pada teman-temannya karena sebagian besar aku sudah mengenalnya semua. “Iyoooo
niaan lah kamu berduaaa tuh…” Redi menggoda kami berdua, Keanu hanya tersenyum
sementara aku hanya basa-basi seadanya. “Senja mana Jen…” kata Feba yang dari
tadi hanya sibuk tersenyum saja. Feba ini adalah Drummer band-nya Senja. “Dia
kan lagi pulang ke Jambi..” jawabku santai. “Kapan pulang dia?” tanya Novan
yang juga temannya Senja. Aku melirik kea rah Keanu sekilas, “Belum tau juga
deh, kayaknya dia liburan panjang”, jawabku sambil tersenyum. Mereka hanya
mengangguk-angguk saja. Meow sepertinya menangkap suasana yang awkward ini dan
mencoba menetralisir. “Eh temen aku ada yang mau pesen sepatu yang di group
tuh..” katanya sumringah. “Mana? Suruh add Pin BBM gue atau Jenna aja Mew..”
kata Keanu antusias. Yang lainnya pun tiba-tiba bertanya tentang sepatu yang
sedang kami perbincangkan. Meow menjelaskan sekilas, bahwa aku dan Keanu
sekarang adalah partner bisnis dan sedang menekuni usaha sepatu walaupun masih
online shop. Keanu dengan antusias mempromosikan produk-produknya. “Sudah aku
bilang kan Ken.. Jenna ini orang yang pas buat diajak bisnis”, Redi melemparkan
kalimat dengan wajahnya yang polos. Aku merasa terselamatkan disini, setidaknya
ini meluruskan pemikiran mereka masing-masing yang melihatku jalan bersama
Keanu, sementara aku yakin yang mereka tau aku masih pacar Senja. Aku berasa
kembali ke jaman sekolah, dimana masalah seperti ini bisa sangat rumit disini.
Tiba-tiba aku merindukan Jenna yang dulu lebih tak mau tau.
Setelah bercengkrama sesaat Keanu berpamitan untuk
mengurus urusannya terlebih dahulu. Aku hanya mengikutinya saja dan berjalan
meninggalkan mereka semua yang dalam wajahnya masih menyiratkan beribu
pertanyaan.
“Aku lagi pengen makan bakso…” kataku lagi
berusaha mendapatkan perhatiannya untuk segera meninggalkan tempat ini, karena
sungguh membuatku tak nyaman.
“Ada bakso yang enak
tuh di arah ke rumahku, nanti kita mampir kesana deh ya..” katanya sambil
mengisi beberapa formulir di tangannya.
Tiba-tiba ada 3 orang
perempuan yang menghampiri kami berdua.
“Ken.. kemana aja sih
jarang keliatan?” kata perempuan satunya, dia tersenyum manis ke arah Keanu.
Temannya yang dua orang hanya mengikuti dari belakang. Mata mereka tak
henti-hentinya memandangiku dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Keanu menghadap ke arah
sumber suara dihadapnnya dan tersenyum “Ehhh….Marisa… kan aku cuti…” jawabnya
meletekkan formulir yang sedang dia isi. Aku memperhatikan perempuan berambut
panjang dan berkulit putih yang Keanu panggil Marisa.
“Jadi kapan atuh kamu
mau photo-photoin kita-kita nih?” nada perempuan itu menjadi sangat manja
dengan logat Sundanya.
“Hmmm kapan yaa, nanti
aku kabarin deh.” Keanu menjawabnya masih dengan tersenyum, ada perasaan kesal
dalam hatiku.
“Katanya mau minggu lalu,
ditungguin juga.. gak ada kabarnya”, perempuan yang berambut ikal menimpali.
“Minggu lalu akunya
sibuk Vi..” kata Keanu beralasan.
“Ya udah kalau gitu,
ditunggu yaa…” kata gadis yang bernama Marisa dengan nada manja dan melirik
sekilas ke arahku dengan senyum yang sinis.
Aku hanya memasang
wajah yang datar tak bergeming sedikitpun.
“Daaahzz..” Keanu
melambaikan tangannya kea rah gadis-gadis itu dan mengambil kembali formulir
yang tadi dia abaikan.
Aku terdiam mematung
dengan wajah super cool mencoba bersikap sewajar mungkin. “Nanti kita
hunting-hunting photo yuk Master, aku lagi asik banget sama Hobby aku yang
baru. Banyak banget tempat yang pengen aku datengin”, katanya lagi.
Aku ngedumel dalam hati,
entah ada berapa lagi planning yang nanti akan dia sebutkan. “Sama orang-orang
yang barusan?” kataku ketus.
“Engga lah, mereka sih
apalah… ada temenku cewek juga, namanya Elen, nanti kita main ke kostannya deh
abis ini. Kostannya juga searah sama tukang bakso yang aku maksud tadi.”
Katanya menyanggah.
Keinginanku untuk makan
bakso hilang seketika.
Akhirnya
Keanu selesai mengisi formulir ditangannya. Dia menyerahkan formulir ke loket
yang ada di hadapan kami dan aku buru-buru mengajaknya pergi dari tempat ini
secepatnya.
“Kita ke tempat Mas Egi
dulu aja, buat ngasihin pesanan sepatu yang udah numpuk.”kataku setibanya di
dalam mobil.
“Siap Bos…” Keanu
menjawab dan langsung mengarahkan mobilnya ke tempat yang aku maksud.
“Oh iya, kamu play
Video yang ada disitu deh” Keanu menunjuk layar LCD yang ada di depanku.
Aku menurutinya saja dan menonton video yang
isinya ternyata adalah film kartun yang berjudul “South Park” ceritanya
menurutku sederhana namun sangatlah lucu. Diperjalanan aku habiskan dengan tertawa
terbahak-bahak, kesalkupun tiba-tiba hilang. Aku tak peduli dengan siapapun dia
bergaul, dengan perempuan manapun dia bersikap manis yang jelas dirinya ada
bersama diriku sekarang. Tiba-tiba aku semakin gemas dengan pria yang duduk
disampingku, ada saja tingkahnya yang membuatku kadang hanya menggelengkan
kepala.
“Masih ada series
lengkapnya di rumah, nanti kamu nonton aja di rumah yaa… Meow juga nanti mau ke
rumah kok.” Katanya menjelaskan.
Seperti
biasa, Keanu ini memang tidak bisa ditolak. Apapun yang dia lakukan selalu
berhasil membuatku mengangguk mengiyakan.
Sesampainya
di rumah Mas Egi, kami langsung fokus pada pesanan saja. Kami mendiskusikan
beberapa hal seperti metode pemesanan dan pengiriman. Untuk besok, kami sepakat
untuk berkomunikasi mengenai pengiriman detail pemesanan hanya melalui email
saja. Pengiriman kepada pemesan juga langsung dihandle oleh Ma Egi, kami hanya
tinggal mengirimkan alamat customernya saja. Seminggu ini berjalan, pesanan
kami sudah hampir menyentuh angka satu lusin. Awal yang baik, menurutku.
Ditambah lagi, Keanu turun langsung untuk menghandle para sista-sista online
shop di group BBM. Itu hanya membuatku tambah salut dengannya. Setelah semuanya
selesai, kamipun langsung bergegas untuk melanjutkan perjalanan kembali. Aku
melihat wajah Keanu sedikit kelelahan. Aku menawarkan diri untuk mengambil
kemudi, namun dia hanya tersneyum dan berkata “Kamu duduk manis aja ya, nonton
lagi South Park-nya”. Lagi-lagi aku hanya mengiyakan.
Tujuan
kami selanjutnya adalah tempat Bakso yang Keanu maksud, perutku sudah mulai
berdemo karena memang sudah masuk jam makan siang. Selama ada video itu, aku
tak terlalu menghiraukan perutku yang keroncongan. Tiba-tiba kami sampai saja
di tempat tujuan. Keanu langsung antusias menerangkan menu andalan disini. Dia
memesan dua mangkuk bakso urat dan dua es campur. Sambil menunggu pesanan kami
datang, dia sibuk menceritakan bahwa dia
sangat bangga dengan usaha sepatu yang sedang kami rintis. Tak lama kemudian
pesanan kami datang, kami langsung melahap bakso yang memang sangat enak itu.
Disela-sela makan, Keanu masih bercerita
mengenai planning-planningnya untuk mengembangkan bisnis ini, dia berharap bisa
segera membuka Toko Sepatunya sendiri dan sampai sekarang sudah sibuk
memeikirkan berbagai nama Brand untuk sepatunya. Dia juga bercerita bahwa dia
sudah ngobrol dengan Ayahnya tentang semua ini dan sedikit banyak menceritakan
tentang kehadiranku. “Nanti aku kenalin kamu sama Ayahku, dia selalu penasaran
sama kamu Master…”katanya sambil melahap Baksonya. Aku yang tengah asik makan
tiba-tiba tersedak dan menyeruput teh hangat yang memang disiapkan disitu.
“Yehh… laper sih laper Master, tapi makannya pelan-pelan dong…” kata Keanu
sambil menepuk-nepuk punggungku. Aku menyetarakan nafasku dan tertegun sejenak.
Entah kenapa, mendengar pernyataan Keanu aku jadi sedikit gugup. “Oh iya, aku
udah mulai cuti per hari ini dan mungkin besok aku mau pulang” kataku
mengalihkan. “Kok kamu gak bilang? Jangan besok dong Master, aku masih ada satu
urusan lagi di Kampus. Nanti kalau aku udah bisa aku bilang deh, secepatnya.”
Katanya memelas. “Yah, nanti cuti aku keburu abis”, kataku akhirnya. “Emang
dikasih cuti berapa lama?” tanya Keanu serius. “2 minggu…”aku nyengir. “Dih
lama itu… tenang aja sih, pokoknya kamu ke Jakarta sekalian sama aku. Sekalian
ada yang mau aku urusin juga soalnya.” Katanya lagi-lagi meyakinkan. “Ya udah
sih kamu kan bisa nyusul… nanti aku bisa pulang naik travel kok. Yang penting
kamu selesein dulu urusan kamu disini.” Kataku menegaskan. “No.. No.. No…”
katanya sambil terus makan. Aku hanya berdecak karena tau percuma saja
menentang keinginannya yang keras kepala. Akhirnya kami berdua selesai makan
dan kembali bergegas pergi. Jadwal hari ini terasa padat untuk seukuran aku
yang tak pernah punya planning sebelumnya. Keanu kini termasuk kedalam rutinitas
sehari-hariku. Tanpa perlu berkabar kita pasti bertemu dan aku otomatis
mengikuti kemanapun dia pergi. Satu waktu dimana kami benar-benar tak
berkomunikasi adalah ketika kami sama-sama tertidur aku rasa.
Keanu mengarahkan
kendaraannya ke jalanan yang asing dimataku. Jangan-jangan Keanu benar-benar
mengajakku ke kostan temannya yang bernama Elen tadi itu. Oh my God! Kataku
dalam hati. Aku celingak-celinguk saat Keanu memarkirkan mobilnya di sebuah lapangan
yang relative luas. “Ini kita dimana Mas…” tanyaku kebingungan.
“Ih pikun, kan aku
bilang tadi kita mau mampir ke kostannya Elen” katanya merapikan
barang-barangnya di dalam mobil dan bergegas turun.
Aku
mengikutinya dengan wajah tak tau lagi apa namanya. Setelah berjalan beberapa
saat di jalan yang agak sempit, akhirnya kami sampai di sebuah kost-kostan
berlantai dua yang tak terlalu luas. Pagar temboknya bercat putih dan
pintu-pintu kamarnya berderet dengan cat warna biru. Keanu langsung membuka
pagar hitam kecil yang ada di depannya. Nampak sekali bahwa dia sudah sangat
familiar dengan tempat ini. Pikiran mengganggu lagi-lagi mampir di otakku,
namun segera kubuang jauh-jauh. Setelah menaiki anak tangga, Keanu segera
mengetuk salah satu pintu yang bernomor 105 dihadapnnya.
Dari balik pintu,
keluarlah seorang gadis mungil yang tersenyum namun sedikit kaget melihat keberadaanku
disini. “Kirain kamu gak jadi kesini…” katanya kemudian.
Eh
mereka sudah janjian. Kapan? Pikirku dalam hati.
“Ya jadilah, aku kan
gak pernah ingkar janji” kata Keanu meyakinkan. “Jen, ini Elen… Elen ini
Jenna…” Keanu memperkenalkan kami berdua.
Aku
menjabat tangannya sambil tersenyum.
Elen melirik ke arah
Keanu dengan mencurigakan. “Tumben…” katanya lagi. Aku jadi semakin penasaran
dengan mereka berdua, apa iya mereka hanya teman saja. “Yuk masuk yuk…”
ajaknya.
“Kamu aja yang masuk
sana… aku disini aja” Keanu menyuruhku masuk, sementara dia hanya duduk di
balcon depan kostan dan mengeluarkan rokoknya.
Aku
sedikit gugup di tempat baru dan dengan orang yang baru juga. Apalagi di
Bandung ini aku tak punya banyak teman perempuan. Aku masuk ke dalam ruangan
yang langsung mengarah ke Kasur, karena taka da tempat lain lagi yang bisa aku
tuju. Aku duduk dan mengamati sekelilingku, seperti kost-kostan pada umumnya.
Hanya ruangan sepetak saja yang isinya penuh sesak dengan barang-barang
perempuan.
Elen menawarkan minuman padaku, Keanu langsung
berteriak dari luar. Teh Kotak aja Len…” katanya.
“Oh, jadi ini gara-garanya Keanu sekarang
sering banget minum Teh Kotak daripada kopi”, Elen hanya mengangguk-anggukan
kepalanya, aku sama sekali tak mengerti.
“Jalan
sama Jenna tuh Teh kotak terus sampe perut aku enek tau Len..” kata Keanu
memegangi perutnya.
“Gak
ada juga yang maksa kamu minum”, aku menimpali.
“Biarin
aja Keanu mah emang gitu..” kata Elen dengan logat Sundanya.
Aku
berpikir sepertinya Elen ini tahu banyak tentang Keanu. Ingin sekali aku
menanyakan hal lebih banyak namun aku urungkan. Elen berjalan menuruni tangga
meninggalkanku dan Keanu. Aku menghamipir Keanu di balcon, seperti tau maksud
wajahku Keanu mulai menjelaskan. “Elen itu teman lama aku, di kampus. Dulu aku
sering main-main ke kostannya dia yang di dekat kampus sebelum pindah kesini.
Minjem kamar buat tidur, kalau lagi bosen nunggu jam kuliah, tapi sekarang udah
gak pernah lagi. Aku sama Meow lho yaa, gak sendiri” dia menegaskan. Aku hanya
tersenyum mendengarnya.
Elen
tiba dengan Teh Kotak di tangannya, kali ini dia tidak sendiri tapi bersama
temannya yang sudah heboh sedari tadi. Dia memperkenalkan namanya Devi. Devi
langsung terfokus pada Keanu dan merekapun langsung asik mengobrol berdua,
samar-sama aku dengar mereka sedang membicarakan spot yang enak untuk hunting
photo. Elen menghampiriku yang daritadi hanya menyimak sambil melihat-lihat
pohon manga yang sedang berbuah.
“Kamu… sama Keanu… Hmmmm…” Elen melirik-lirik
ke arah Keanu. Aku ikut melirik dan mulai mengerti maksudnya.
“Oh… enggak, kita cuma teman aja.” Kataku
akhirnya. Kalimat itu tiba-tiba saja meluncur dari mulutku.
“Teman? Beda ah…” katanya menelisik.
Aku mencoba santai, “apa yang beda?” tanyaku.
“Keanu
kalau sama temen gak kayak gitu”, katanya lagi.
“Terus
gimana?” tanyaku.
“Yah,
beda pokoknya. Dia baik kok Jen..” katanya meyakinkan.
Aku
tertegun. Siapa juga yang bilang Keanu tak baik. Aku hanya belum dapat
memastikan perasaanku pada Keanu, selebihnya aku masih bingung dengan hubungan
yang sedang aku jalani bersamanya. Elen ada benarnya, bukan seperti ini cara
berteman. Bukan seperti aku dan Keanu. Aku mengalihkan pandaganku lagi pada
pohon mangga yang daritadi aku sibuk amati.
“Ken,
Jenna pengen mangga tuh” kata Elen kemudian.
“Eh
bener banget tuh…. Ngerujak enak nih kayaknya…”kata Devi menimpali.
Aku
mengiyakan.
“Hadeeeeeeeh…
kalian ini cewek-cewek ribet banget. Mau rujak ya tinggal beli tuh dipinggir
jalan banyak, gak usah ribet”, jawabnya asal-asalan.
“Tapi
aku pengen metik mangganya langsung Mas..” kataku akhirnya.
“Kamu
mau manjat?” Keanu tertawa.
Aku mengedarkan pandanganku, kulihat ada sapu
disudut pintu. Kuambil dan kuarahkan ke mangga yang menggantung tak jauh dari
jangkauanku. Sepertinya mudah jika dibayangkan, tapi ternyata sangat sulit
sekali. Keanu berdecak, dia melipat sweater biru yang dia kenakan hari ini dan
melipat celana jeinsnya. Dia naik ke tembok pembatas yang dia duduki tadi,
mengarahkan kakinya untuk mencapai dahan pohon mangga yang tak terlalu jauh
namun aku tetap ngeri melihatnya.
“Hati-hati
Mas… “ aku mendekati Keanu yang saat ini sudah bertengger di salah satu
dahannya.
“Mau yang mana nih? Cepetan banyak semut!”
katanya.
Aku
tertawa melihat tingkahnya, dari sudut mataku aku bisa melihat Elen dan Devi
memperhatikan kami berdua.
“Udah
yang mana aja sesampainya tanganmu aja. Petikin 3 abis itu udah deh.” Kataku
sumringah. Keanu menuruti kataku. Sekarang dia agak kesulitan untuk menggapai
tembok balcon kembali. Aku menyodorkan tanganku ke arahnya untuk membantunya,
akhirnya dia meloncat.
Devi
bergegas ke bawah untuk menyiapkan bumbu rujak. Aku meminta pisau kepada Elen
dan mengupas mangga yang ada ditanganku. Aku cuci dan kupotong kecil-kecil.
Akhirnya rujak itupun jadi, kami mengobrol banyak hal sambil menikmati rujak
mangga yang segar disiang hari yang terik itu. Untunglah ada mangga ini, jika
tidak aku tak tau bagaimana cara membaur dengan mereka.
“Habis
dari sini kalian mau kemana?” tanya Elen sambil mengernyitkan matanya menahan
mangga muda yang rasanya masih masam.
“Mau
ke PVJ palingan kalau gak pulang” kata Keanu yang daritadi merokok saja, hanya sesekali
dia mencicipi mangganya. Seperti biasa aku hanya mengangguk-angguk saja.
“Jenna
pulang kemana Jen?” tanya Devi akhirnya.
“Pulang
ke rumah gue mbak broooo” kata Keanu bercanda.
“Ah
serius?? Kalian tetanggaan apa gimana?” Aku hanya tertawa. “Jangan-jangan
kalian tinggal serumah.” Kata Devi menggoda aku dan Keanu. Lagi-lagi aku hanya
tertawa.
“Eh
serius eh..” kata Elen benar-benar ingin tau.
“Aku
ngekost juga Len, tapi jauh dari rumah dia”, kataku menunjuk ke arah Keanu.
Keanu berjalan ke bawah, entah kemana.
Elen
langsung menginterogasi aku. “Kamu sering ke rumahnya Keanu?” tanyanya, Devi
hanya menyimak.
“Aku mengangguk”, seingatku memang begitu. “Di
rumahnya emang beneran gak pernah ada orang yaa?” tanyanya lagi.
“Cuma
ada Bibi sama kucingnya aja, mau kesana? Yuk.” jawabku datar.
“Waaaaaaaaaaaaaaah…..”
Elen tampak terperangah.
“Kenapa?”
kataku.
“Engga..” Elen tersenyum ke arah Devi.
Aku
mulai menaruh curiga. “Kenapa gaak???’ tanyaku lagi.
“Gak
apa-apa Jen, lanjutkan!” Katanya kemudian. aku masih sangat tidak paham dengan
apa yang mereka maksud. Jangan-jangan dugaanku salah, sepertinya Elen tak tau
apa-apa tentang kehidupannya Keanu, bisa dibilang dia termasuk ke dalam salah
satu yang penasaran. Aku hanya menduga-duga saja karena tak mungkin bertanya
langsung pada mereka yang baru saja aku kenal.
Keanu
kembali ke atas ternyata dia habis membeli rokok. “Yuk master berangkat… ntar
kesorean lagi, udah mendung juga nih”, katanya sambil melirik ke arah langit
dan menyerahkan kunci mobilnya ketanganku, mungkin kali ini menyerah.
“Emangnya
kita mau kemana sih Mas?” tanyaku mengambil kunci mobil yang dia sodorkan namun
aku masih tak beranjak karena mulutku masih kepedasan.
“Pulang…”
katanya sambil tersenyum.
“Pulang
kemana nih?” aku bertanya dengan gugup. Keanu hanya tersenyum tak menghiraukan.
Elen
dan Devi terus saja menggoda kami. Dimata mereka berdua nampaknya kami sudah
seperti sepasang kekasih. Antara harus
senang atau bingung, aku lebih memilih point yang pertama. Akhirnya kami
berduapun pamit. Elen dan Devi mengantarkan kami sampai ke parkiran di dekat
lapangan tadi. Aku membuka kaca mobil dan melambaikan tangan kea rah mereka.
Kamipun meluncur pergi dari tempat itu.
Diperjalanan,
aku mengarahkan mobilnya ke PVJ namun aku segera bersuara. “Kita gak usah
mampir-mampir lagi, langsung pulang aja yuk.” Aku bisa membaca lelah yang
menggantung di wajah Keanu.
“Pulang
kemana?” dia bertanya menggoda aku.
“Ke
rumah kamu..” aku balas menggodanya.
Keanu
hanya tersenyum dan aku memacu mobilnya dengan cepat, karena jalanan sore ini
relative lengang. Akhirnya kami tiba di rumahnya. Seperti biasa aku langsung
mengikutinya masuk ke dalam kamarnya. Tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu,
Keanu langsung merebahkan dirinya di Kasur. Aku membuka gordeng dan jendela
kamarnya, langsung menuju ke spot favoritku di balcon. Awan mendung menyelimuti
kangit sore ini sehingga tak banyak pemandangan yang dapat aku lihat, namun aku
tetap menikmatinya. Tanpa sadar Keanu sudah berdiri di sampingku.
“Mendungnya
pas, aku suka” katanya kemudian.
Aku
terperangah menengadah langsung ke wajah pria disampingku ini. Aku sepertinya
familiar dengan kata-kata itu. Namun semakin aku berusaha untuk
mengingat-ngingatnya semakin aku lupa.
Aku
menghela nafas panjang. “Ini bukan sepi, ini tenang” balasku.
“Jen…”
Keanu memanggil namaku.
Aku
menoleh kearahnya.
“Janji
yaa, jangan pernah nangis lagi didepanku. Apapun alasannya.” Ucapan Keanu
terdengar tulus sekali.
Aku
memalingkan pandanganku kembali ke depanku dan mengangguk.
Kami
berdua sama-sama terhanyut dengan pemandangan di hadapan kami. Entah apa yang
dapat aku sebut Indah, di balik gelapnya awan yang menggantung disana, aku
titipkan sebuah cahaya. Aku harap Keanu bisa menemukannya, jika suatu saat aku
tersesat.
Tangan
kami sama-sama memegangi pagar balcon yang tingginya hanya sepaha orang dewasa.
Salah satu tangan kami berdekatan sangat dekat sekali, hampir bersentuhan. Hanya
udara yang menjadi celahnya. Aku sedikit gemetar, ingin sekali aku genggam
tangan itu. Kurasa tangan Keanu tak bergeming sama sekali, matanya tetap
memandang ke atas awan. Menerawang entah kemana. Aku ingin ikut masuk ke dalamnya. Tanpa sadar aku hanya
tersenyum memikirkannya.
Setelah
langit bergemuruh beberapa saat, akhirnya hujan menjatuhkan bulir-bulirnya ke
Bumi. Sama seperti aku yang sudah lama menjatuhkan cintaku padanya, tanpa aku
sadari sebelumnya.
“Tak ada yang
perlu kamu tau dari warna langitku yang abu-abu. Yang perlu kamu tau, senyum
merona merah jambu dipipiku adalah karya buatanmu” – Jenna
No comments:
Post a Comment