Saturday, November 14, 2015

9. Perfect storm!

JENNA
Dalam hidup, kita pasti pernah mengalami hal-hal yang tak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Seperti harus memilih mana hal yang kita cintai dan mana hal yang paling kita benci. Konflik seperti itu biasanya dapat dengan mulus aku hindari. Tapi kali ini, seberapa kuatpun pikiranku menolaknya, hatiku tetap bersikeras untuk tetap mengikuti kata-katanya. Aku berdecak saat menyadari kebodohanku sendiri. Hatiku kini main hakim sendiri, dia mengabaikan logika-logika yang sudah susah payah aku bangun dengan sia-sia.
Jari-jari yang daritadi sibuk untuk berkirim pesanpun berhenti sejenak, kupandangi layar handphoneku. Asaku menerawang mencoba mencerna kejadian yang menimpaku akhir-akhir ini. Melarikan diri dari kehidupanku  yang lalu ke Bandung dan terbiasa kembali dengan kehidupan yang super normal mungkin membuat hatiku pun kembali normal. Tak ada masalah juga dengan suasana hatiku. Saat senang, dia meresponnya dengan sangat baik begitupun sebaliknya. Aku tersenyum bangga, akhirnya perjuanganku melawan gangguan bipolar yang yang selama ini aku derita menunjukan hasil yang lumayan. “Gak terasa..”kataku berbicara pada diri sendiri.
Keadaanku dengan Senja pun perlahan mulai aku terima. Aku tak lagi memikirkan hal yang tidak-tidak. Tak semua pertanyaan  harus ada jawabannya dan yang harus kita lakukan hanya mencoba untuk ikhlas dan kembali melanjutkan kehidupan. Berharap yang baik agar semesta merespon usahaku dengan baik juga, namun mempersiapkan diri untuk  hal terburuk sekalipun bukan suatu masalah yang besar bagiku. Aku bernafas lega karena akhirnya dapat mengontrol langkah yang akan kulakukan selanjutnya. Melarikan diri terus memang tak ada gunanya, selain efeknya hanya sesaat, masalah yang ada pun tetap menggantung dibelakang dan suatu saat pasti akan menghampiri kembali. Sekarang aku memutuskan untuk tetap berjalan, dengan diriku yang utuh tanpa tekanan dan kebimbangan.
 Sesaat setelah berkirim pesan dengan Keanu, aku meletakan handphoneku di kamar. Yang penting dia sudah sampai di rumahnya, pikirku.  Walaupun pesan Keanu malam ini agak sedikit menyebalkan. Entah siapa yang dia sebut ‘Fans’ itu. Aku sedang malas berdebat juga. Kubiarkan dia dengan dunianya, karena aku juga akan melarikan diri sejenak ke dalam duniaku untuk menceritakan sedikit tentangnya pada buku catatanku.
Aku mengambil buku catatan kecil berwarna ungu dalam tas kemudian duduk di teras dengan Teh kotak dan rokok ku. Mulai membuka buku catatan yang sudah lama aku abaikan. Malam dengan cuaca setenang ini sangatlah sayang jika aku lewatkan begitu saja. Aku tersenyum melihat tulisanku yang berjudul Run. Sudah hampir setengah jalan, kenapa tak kulanjutkan? Pikirku. Aku sendiri tak menyangka pelarianku selama ini akan menemukan ujungnya. Keanu mungkin tak sadar, setiap kata dalam deretan kalimatku adalah doa untuknya. Sebenarnya aku tak ingin menyeretnya masuk terlalu jauh ke dalam kehidupanku. Tapi apalah daya, pintu hatiku sudah terlanjur kubiarkan terbuka. Wajarlah jika siapapun bisa masuk ke dalamnya dengan mudah. Namun tak ada yang benar-benar bertahan di dalamnya, kebanyakan dari mereka hanya sekedar singgah sementara kemudian pergi lagi dan aku sama sekali tidak keberatan. Hatiku tau, tamu tak layak jadi penghuni.
“Jangan pernah masuk ke dalam duniaku, tak ada hal yang menarik di dalam sana. Hanya ada ruangan besar dan kosong serta gelap di dalamnya. Sekali kau masuk, mungkin kau tak akan pernah kembali.” - Jenna
Satu kata untuk menggambarkan Keanu, “Kesepian”. Dari awal aku sudah tau, dia adalah sumber pencari perhatian. Yang tak ku ketahui hanyalah alasannya menjadi seperti itu. Aku mengabaikan rasa penasaranku akan alasan-alasan itu dan mulai focus kepada rasa nyaman yang saat ini memang aku butuhkan dan jarang sekali aku dapatkan akhir-akhir ini. Selain karena pikiranku kacau karena Senja meninggalkanku tiba-tiba, rasanya tak adil menjadikan Keanu sebagai pelarian semata. Simpati adalah kata awal yang mengantarkanku pada ketertarikan selanjutnya pada Keanu. Semakin aku mengenalnya, semakin aku tau bahwa Keanu tidak membutuhkan simpati dariku karena dia sudah punya segalanya. Harusnya Keanu tak usah merasa kesepian, karena teman-temannya selalu ada untuknya kapanpun dia butuhkan. Dengan pesonanya, dia juga bisa mendapatkan perempuan manapun yang dia mau. Seharian ini aku sibuk memperhatikannya dan sedikit banyak sudah mulai mengerti kehidupan seperti apa yang sedang dia jalani. Kebiasaannya di rumah, canda tawanya, masih terekam jelas dalam ingatanku. Aku tak heran dari mana wajah tampan itu berasal, ibunya adalah seorang keturunan Uzbekistan. Semangatnya yang menggebu-gebu sudah pasti dia dapatkan dari Ayahnya yang sepertinya seorang Pejabat di daerahnya dan juga seorang pembisnis. Tak heran tekadnya sangat bulat sekali untuk belajar bisnis. Niatnya mulia, mungkin dia hanya ingin membuat orang tuanya bangga. Aku salut dengannya. Dengan keadaan yang seperti itu, dia bisa saja hanya berleyeh-leyeh dan berfoya-foya. Namun aku tak melihat itu dari Keanu. Dia tetap low profile. Dia anak bungsu dari dua bersaudara. Kakak perempuannya mengenyam pendidikan untuk menjadi seorang Dokter dan tidak tinggal bersamanya. Walaupun Nampak sempurna, kurasa kurangnya perhatian dari keluarga menjadi salah satu alasan Keanu sibuk mencari perhatian dari luar. Aku tersenyum mengingat kehidupanku yang sedikit banyak sama seperti dia.
Biasanya aku tidak pernah berpikir panjang untuk jalan dengan pria manapun dalam masa laluku, seperti aku memutuskan untuk percaya begitu saja kepada Senja. Namun kali ini ada yang lain dalam pikiranku. Aku selalu berpikir akan setiap tindakanku kepada Keanu. Aku takut sekali membuat kesalahan yang fatal. Otakku tak berhenti bekerja jika sudah bertemu dengannya. Kata perkata yang aku pilihpun selalu aku pikirkan sebelum aku ucapkan. Lagipula, harapanku tentangnya terlalu muluk-muluk, selain karena Keanu bukan salah satu type pria idamanku, aku merasa Keanu jauh dari kesan dewasa. Pembawaannya pun masih sangat kekanak-kanakan sekali. Tapi entah kenapa, justru hal tersebutlah yang membuat aku rindu. Yah, aku harus mengakui bahwa aku merindukannya. Aku jadi membayangkan, bahwa hidupku akhir-akhir ini terlalu serius sampai-sampai aku lupa caranya bersenang-senang. Bersenang-senang dalam dunia yang Keanu tawarkan sangat berbeda sekali dengan yang ada di duniaku. Kami seperti dua anak manusia yang dipertemukan di satu sore yang mendung dalam waktu dan moment yang berbeda. Menyalahkan hal yang sudah terjadi tentu tidak membantu sama sekali. Aku dan Keanu sekarang sudah bertemu dan kedekatan kami ini adalah hal yang aku khawatirkan. Aku belum bisa menerka akan bagaimana hubungan kami berdua kedepannya yang jelas aku akan lebih berhati-hati. Aku tak ingin menyakiti hati nya. Tanpa sadar aku ingin sekali menjaga perasaannya. Aku sangat penasaran tentang apa yang Keanu pikirkan tentangku. Apakah dia hanya penasaran dan kasihan padaku atau dia memang menganggapku  pure sebagai rekan bisnisnya saja, tak lebih dari itu.
Biarkan aku menjadi pemeluk segala resahmu dan biarkan aku menjadi tempat kemana kesepianmu berpulang. – Jenna
Aku menghela nafas panjang, aku tutup catatanku malam ini. Mulai membakar rokokku dan terdiam sendirian di sofa teras favoritku. Aku termenung memikirkan rencana aku pulang. Ini kali pertama aku pulang ke Jakarta semenjak aku memutuskan untuk menetap di Bandung. Aku teringat kata-kata Keanu yang akan mengantarkanku pulang. Apa jadinya bila nanti dia ikut dan bertemu dengan keluargaku langsung? Apa yang akan keluargaku pikirkan tentangnya. Aku sendiri saja tak tau bagaimana keadaan keluargaku sekarang. Banyak kekhawatiran yang menghampiriku malam ini. Tiba-tiba aku teringat akan Keanu yang malam ini sedang menghabiskan waktu dengan ‘Fans’ nya. Kata itu sungguh sangat menggangu. Aku ingin menanyakan keberadaanya, namun akan sedikit berlebihan. Lagipula nanti pagi otomatis dia akan mengajakku sarapan. Jadi apa juga yang harus aku khawatirkan. Selama kita masih terlibat urusan bisnis, sepertinya aku tak akan kesulitan mencari Keanu. Mengenai apapun hasil akhirnya nanti, aku akan mencoba untuk tak menghiraukan. Sejak kapan aku selalu cemas dengan hal yang belum tentu kejadian? Keanu mungkin sekarang sedang bersama perempuan-perempuan yang selalu dia ceritakan disela-sela becandaannya. Walaupun memang aku tak banyak berkomentar, namun aku selalu mengingat detail dari obrolan ataupun becandaan yang selalu dia lemparkan. Perempuan yang manapun aku tak terlalu memperdulikan pada awalnya, namun kini aku sedikit penasaran. Aku ambil handphoneku dan membaringkan tubuhku di Kasur. Aku membuka halaman linimasa ku, sudah lama sekali aku tak berselancar di dalamanya. Aku membuka akun @kwords yang sudah aku searching dan mulai masuk ke dalamnya. Tak ada yang aneh di dalam update status ataupun obrolannya dengan pemilik akun lainnya. Hanya ungkapan kalimat-kalimat sederhana biasa dan obrolan-obrolan ringan yang memang biasa Keanu ucapkan sehari-hari. Aku kembali ke timelineku dan mulai mengetik sebuah kalimat disitu.
@jejennar : Setiap kata adalah doa
Tak lama kemudian ada notifikasi masuk di handphoneku
@kwords : @jejennar tidur sih, jangan ceramah aja…
Senyumku seketika terkembang melihat nama akun itu.
Reply to @kwords : @jejennar : ini baru mau tidur kok J
Reply to @jejennar : @kwords : good girl J
Reply to @kwords : @jejennar : jangan nongkrong terus woooo…..
Reply to @jejennar : @kwords : iya ini udah mendarat di kasur paling empuk J
            Percakapan singkat dengannya, walaupun hanya melalu linimasa, membuatku tenang. Diam-diam aku mengaharapkan percakapan ini tak hanya terjadi dilinimasa. Udara malam yang dingin sudah mulai menggerogoti seluruh tubuhku, aku berjalan ke kamar dan meletakkan buku catatanku di samping tempat tidurku. Membolak-balikkan tubuhku mencari posisi yang pas dan berusaha sekeras mungkin untuk memejamkan mata ini. Tak sabar menunggu pagi. Semakin aku berkonsentrasi untuk tidur, semakin mataku menentangnya. Terkadang senyum dibibirku terkembang sendiri tanpa kusadari jika mengingat kelakuan Keanu yang selalu spontan. Aku geli melihat kelakuanku sendiri. Kusandarkan kakiku ke tembok, dengan posisi kepala tetap di kasurku. Semoga senam lilin ini mampu meredakan degup jantungku yang sekarang ini sudah berlebihan.
“Semenjak tersesat di sebuah hutan serupa pikiranmu, menemukan jalan pulang tak pernah sesulit ini. – Jenna
Butuh asupan vitamin, berupa beberapa butir kepercayaan diri yang bisa kutegak sekarang, kemudian memuntahkan segala yang tak tersampaikan. Kira-kira begitulah kondisiku malam ini. Gelisah tak enak hati. Kira-kira apa yang bisa membuatmu berhenti meratapi malam? Setahuku saat rindu menamparku, cinta yang kau tawarkan tak secengeng itu. Jangan salah pengertian, ini bukanlah ungkapan penyesalan. Kau harus terima kenyataan, jika mungkin peranku datang kehidupmu memang untuk memberikan luka yang menyakitkan. Sebelum itu terjadi, aku harus memikirkannya matang-matang. Menghindari segala kecemasan dari berbagai hal buruk yang bisa terjadi kapan saja. Lebih baik aku patah hati melihatmu melangkah dengan yang lainnya, daripada melihatmu  patah arah dan aku tak bisa berbuat apa-apa. Kamu tidak perlu strategi untuk membuatku buka mulut. Kita tak sedang berperang. Hanya saja rindu kadang tersesat dalam malam yg terlalu larut.
“Tidak bisa tidur kadang adalah suatu kondisi dimana kamu memang tidak menginginkannya -- tidur.” – Jenna
Waktu menunjukkan pukul 6 pagi dan aku tak juga berhasil menutup mataku walaupun hanya sekejap. Aku meregangkan tubuhku yang kelelahan. Duduk sejenak dan merasakan darahku mengalir di tubuhku. Mengumpulkan sisa-sisa energy yang ada, kubuka pintu kamarku. Udara dingin langsung menusuk tubuhku. Tanpa berlama-lama aku langsung masuk ke dalam rumah dan merebus air panas. Mandi alakadarnya dan berisap-siap untuk kembali ke rutinitas sehari-hariku. Saat aku membuka pintu rumahku, Keanu sudah berdiri di ujung pagar.
“Kamu pagi banget datengnya… “ aku langsung membukakan pagar untuknya dengan tergesa-gesa.
Keanu menunjuk-nunjuk jam di tangnnya “Kamu lama banget mandinya…” dia mencibirku.
“Jam berapa emangnya sekarang?” tanyaku sesaat setelah membuka pagar.
Keanu langsung menerobos masuk dan duduk di sofa terasku. “Jam 7.15 Master….” Katannya lagi sambil meregangkan tubuhnya.
“Kamu gak tidur ya? Matamu kok sayu gitu..” tanyaku memperhatikan matanya dari dekat.
Keanu langsung reflex menghindar, sepertinya dia memang tak nyaman berdekatan denganku.
“Ya tidurlah, mataku kan emang kayak gini” katanya asal.
Aku hanya mencoba percaya.
“Yaudah tunggu, aku siap-siap dulu”, aku bergegas menuju kamar. Aku membubuhkan sedikit make up ke wajahku, untuk menyamarkan wajahku yang kurang tidur dan membuatnya lebih fresh. Hari ini aku ingin terlihat cantik, entah karena alasan apa.
Setelah selesai, aku langsung bergegas meninggalkan kamarku. Keanu merebahkan tubuhnya di sofa, matanya tertutupi oleh tangannya. Aku menyentuh bahunya rupanya dia benar-benar tertidur. Aku tak tega membangunkannya, aku tau pasti dia begadang. Aku tak ingin membayangkan bersama siapa dan dimana dia semalaman. Aku menunggunya sekitar kurang lebih 20 menit dengan duduk di sofa bagian atas kepalanya. Keanu membuka matanya dan langsung mendongak ke arahku.
“Aku ketiduran lagi Master…” suaranya parau dan matanya merah.
“Ya emang… sini kunci mobilmu, aku anterin kamu pulang yah.” Kataku akhirnya, tak tega melihat keadaannya.
Dengan pasrah Keanu menyerahkan kunci mobil yang sedaritadi digenggamnya. Kamipun berjalan meninggalkan rumah. Tujuan pertamaku bukanlah kantor, namun rumah Keanu. Jalanan pagi ini lumayan lengang tak semacet biasanya. Aku yang lumayan ugal-ugalan sama sekali tak mengganggu Keanu yang sejak sampai di mobil sudah langsung tertidur pulas lagi. Padahal daritadi handphonenya terus bergetar, namun dia benar-benar tidak menyadarinya. Benar-benar lelap. Diperjalanan sekitar 30 menit kami pun sampai di rumah Keanu. Aku membangunkannya perlahan. Keanu terbangun kaget, dia celingak-celinguk kesekitarnya. “Kok kita pulang Master…?” tanyanya smabil mengucek-ngucek matanya.” Ya kamu yang pulang, aku berangkat ke Kantor udah cepet sana masuk!” aku memberikan perintah. Keanu sepertinya masih setengah sadar, dia berjalan sempoyongan. Aku masuk sebentar untuk memastikan dia langsung ke kamarnya. Pagi itu Bibi sedang sibuk merapikan ruang tamu, dia tersenyum ke arahku. Aku meletakkan kunci mobil di gantungan di samping buffet pajangan di ruang tamu.
“Mas Keanu baru pulang yaa…” Bibi menyapaku pagi ini.
Aku tertegun heran.
“Baru pulang? Maksudnya Bi?” tanyaku kebingungan. Setahuku, pagi ini Keanu baru saja sampai di rumahku dengan tubuh yang kelelahan. Jadi, darimana sebenarnya dia?
“Semalam gak pulang kan Mbak…” Bibi menyambung ucapannya sambil melap meja tamu.
“Oh, mungkin dia nginep di rumah Meow Bi. Saya pamit dulu yaa”, kataku kemudian.
“Iya Mbak… Hati-hati” katanya mengantarku sampai ke ujung pintu.
Aku bergegas berjalan kaki menuju ke depan komplek. Udara pagi itu begitu segar dan aku sangat menikmatinya. Jalanan dari rumah Keanu menuju depan kompleknya ternyata sangat panjang jika ditempuh dengan berjalan kaki. Pikiranku berkelana, kemana Keanu semalam. Dia benar-benar menghabiskan waktunya di luaran. Aku jadi merasa membuang waktu tidurku dengan  percuma. Mengingat aku tak tidur sama sekali semalaman hanya untuk memikirkan orang yang sedang menghabiskan waktunya entah dimana dan bersama siapa. Aku kesal sendiri. Kupercepat langkah kakiku agar cepat meninggalkan tempat itu. Akihirnya aku menemukan Ojek yang kebetulan sedang lewat ke arahku dan menawarkanku tumpangan. Tanpa berpikir panjang, aku langsung meng-iyakan.
Untungnya menggunakan ojek lebih menghemat waktuku, aku hanya telat sekitar 15 menit dari jam masuk kantorku. Mood ku pagi ini benar-benar berantakan. Aku menyeduh susu hangat unttuk sekedar menghilangkan gemetar tubuhku. Aku segera masuk ke dalam ruangan kerjaku, menyumpal kupingku dengan headset dan memutar lagu sekeras yang aku mau agar aku tak bisa mendengar suara dari pikiranku sendiri.
If I let you in, you'd just want out.
If I tell you the truth, you'd vie for a lie.
If I spilt my guts, it would make a mess we can't clean up.
If you follow me, you will only get lost.
If you try to get closer, we'll only lose touch.
But you already know too much, and you're not going anywhere.
( Don’t Go – Bring Me The Horizon )
Aku hanya focus pada pekerjaanku hari ini dan tidak mengeluarkan sepatah katapun semenjank tiba di Kantor. Tiba-tiba aku dikagetkan dengan tangan yang menepuk pundakku. Aku sontak langsung melepaskan headset-ku dan menoleh. Adi sudah berdiri di belakangku dengan wajah bertanya-tanya.
“Kenapa Non, pagi-pagi udah muram aja?” tanya nya.
Aku hanya menengadah, mencoba mempusatkan perhatianku. “Gak apa-apa” jawabku parau.
“Gak pernah-pernahnya lho liat kamu kayak gitu, udah kayak pengen makan orang aja mukamu.” Katanya lagi, sekarang dia duduk disebelahku. Aku memalingkan wajahku kembali ke depan layar komputerku.
“Di..” kataku kemudian.
‘Iya, kenapa?” tanyanya tenang.
“Aku pengen cuti deh, boleh gak ya..” kataku lagi.
“Kamu kayaknya emang butuh liburan deh. Selama disini kamu gak pernah ambil cuti kan? Aku liat kamu gak pernah pulang ke Jakarta juga”. Tanpa harus kujelaskan lebih lanjut, Adi sudah mengerti maksudku. Aku mengangguk pelan.
“Ya udah aku buatin surat cutinya deh, nanti kamu tinggal tanda tangan dan kasih ke Boss sama ke Isa ya.” Katanya menenangkan.
Aku memasang muka melas, “Aaaaaaaaaaaaak kamu emang the best banget seBandung Raya Di……” kataku merengek kearahnya.
“Ya udah sana lanjutin kerja dan jangan lupa senyum” katanya sambil meletakkan kedua telunjuknya di mulutnya yang melengkungkan senyum yang dibuat-buat.
Aku tersenyum ke arahnya dan mengangguk, agak sedikit tenang. Kusumpalkan lagii headset di telingaku.
Kesibukanku hari ini berhasil mengalihkanku dari pemikiran-pemikiran tak penting. Aku terus meyakinkan diriku bahwa aku hanya terbawa perasaan saja. Mungkin efek dari ditinggalkan begitu saja oleh pacarku kemudian muncul orang baru yang mengisi hariku. Bukan berarti aku harus menggantungkan harapanku padanya, bukan? Lagi-lagi hatiku menyangkalnya. Sudahlah, aku menyerah.
Disela-sela kesibukanku di social media, aku sempatkan untuk login ke halaman Facebook pribadiku, mengecheck siapa tau ada hal menarik disana. Ada beberapa friend request dari orang yang sama sekali tak aku kenal begitupun dengan message-nya. Aku abaikan begitu saja. Tiba-tiba ada satu nama yang familiar terselip di salah satu inboxku. Gema Fatahilah. Aku membukanya dan tersenyum. Dia salah satu teman SMP-ku, seingatku dulu kami tak terlalu dekat. Dia hanya menanyakan kabarku. Aku lihat tanggal message tersebut dan sudah terlewat beberapa Minggu. Udah basi kalau dibalas, pikirku, tapi karena memang iseng, aku balas juga pada akhirnya dengan jawaban yang singkat juga. “Baik, kamu?.
Jam pulang akhirnya tiba, tapi aku masih sangat malas untuk beranjak. Selain karena bingung akan hal yang akan aku lakukan sendirian di rumah, sendirian hanya mendekatkanku pada kecemasan yang sama berulang-ulang. Aku lihat layar handphoneku yang baru saja kunyalakan. Terpampang nama Keanu mengirimkanku beberapa pesan di BBM. Aku membukanya… dia hanya memanggil namaku dan selibihnya banyak sekali PING! Belum sempat aku membalas BBM-nya, panggilan masuk terpampang di layar handphoneku. Siapa lagi, Keanu.
“Ya Ken..” kataku datar
“Kamu kemana aja sih daritadi aku hubungin gak masuk-masuk” dia nyerocos tanpa jeda.
“Handphone nya baru aktif, daritadi aku sibuk aja”, lagi-lagi aku menjawab datar.
“Aku di depan kantormu ini, sendirian. Mau masuk gak enak daritadi” katanya lagi.
            Sudah kuduga, dia ini memang seenaknya saja. Aku menghela nafas panjang. “Iya tunggu bentar ini aku lagi rapiin meja dan siap-siap dulu.”kataku masih dengan sangat datar.
            Aku mengambil surat cuti yang sudah ditanda tangani oleh bosku diruangannya. Beruntung karena kelakuan baikku selama bekerja disini, aku diberikan cuti yang tak tanggung-tanggung, 2 Minggu. Akupun berterima kasih pada bosku dan berpamitan. Aku menyalami Adi, Teh Isa, Roni dan beberapa orang di Toko. “Tenaaaang…. Ini kan Cuma cuti, jadi tunggu aku pulang yaa….”kataku saat berpamitan. Mereka hanya sibuk mewanti-wanti untuk membawakan oleh-oleh kalau-kalau aku pergi liburan, aku hanya mengangguk mengiyakan.
            Aku langkahkan kakiku yang gontai menuju keluar. Aku tak tau wajah seperti apa yang harus aku pasang saat bertemu dengan Keanu. Walaupun tak masuk akal, tapi entah kenapa aku kesal saja padanya. Bukan hakku, memang. Keanu berdiri di pintu masuk Toko, aku hanya tersenyum suram. “Hay..” sapaku. Keanu tersenyum, senyum yang mencurigakan… Tanpa berbasa-basi dia menarik tangaku dan membukakan pintu mobil dan mempersilahkan aku masuk, setelah aku duudk, dia memasangkan sitbelt untukku. Entah apa maksud dari segala sikapnya itu, aku malah terkesan malas-malasan. Sepertinya Keanu pun membaca ekspresiku, karena selama perjalanan dia hanya senyum-senyum sendiri. Aku tak mau memulai pembicaraan walaupun aku sedikit penasaran kemana dia membawaku pergi kali ini. Lagi-lagi aku abaikan, lagipula mau kemanapun tak ada efeknya untuk perempuan yang tak punya planning sepertiku.
            Ternyata dia berbelok ke Mall yang paling ramai di Bandung, Paris Van Java. Keanu masih senyum-senyum mencurigakan sambil sesekali bernyanyi mengikuti alunan musik di dalam mobil. Tak ada sepatah katapun yang dia keluarkan, begitupun denganku yang hanya sesekali melirik ke arahnya. Setelah memarkirkan kendaraannya dia melepaskan sit belt dari tempat dudukku, aku masih terheran-heran dengan sikapnya yang agak aneh hari ini. Mungkin karena dia merasa bersalah, baguslah pikirku. Namun lagi-lagi berbenturan dengan suara hatiku yang lain. Kenapa juga harus merasa bersalah, hell no! Kita berdua pun sama-sama turun.
            Aku tak banyak bertanya, hanya mengikutinya. Ternyata dia membawaku ke restaurant cepat saji. Jadi, dia senyam-senyum mencurigakan seperti ini hanya untuk membawaku ke restaurant cepat saji? Aku mengomel dalam hati. Aku tak ikut memesan dengannya, hanya langsung duduk di bangku luar sambil merokok dan memperhatikan sekitarku. Keanu juga tak menghiraukan, dia malah langsung sibuk mengantri di cashier. Tak lama kemudian dia membawa nampan yang penuh berisi makanan berupa ayam goreng dengan sausnya yang bermacam-macam dan puding-puding dan duduk disebelahku.
“Selamaaatt makaaaann…….” Katanya sumringah.
Aku tak berkomentar apa-apa, lagipula aku juga memang lapar. “Selamat makaaaan…” kataku lesu.
            Aku mengambil sepotong paha ayam dihadapanku. Alangkah shock-nya aku ketika rasa pedas tiba-tiba menggigit lidahku. Aku menjerit kearah Keanu dan mencubitnya sekencang yang aku ingat. Keanu hanya terkekeh sambil memegangi perutnya.
“Hahahaha kenapa Masteeeerrrrrr” katanya masih sambil tertawa geli.
“Astagaaaa…. Kamuuuuuuuuuuuuu yaaaaaaaaa……….. Tegaaaaaaaaaaaa” kataku mengatupkan mulutku mencari-cari minuman di meja, namun tak juga ku temukan. Kuseruput pudding di hadapanku, tak peduli lagi dengan ekspresiku sekarang. “Makanan apan sih nih?” aku menggerutu.
“Ayam lah master apaan lagi” Keanu masih tertawa geli. “Tapi pedasnya level 10”, dia tertawa terus seolah ini hiburan yang sangat lucu untuknya. Aku berdiri hendak memesan minum karena manisnya pudding ternyata tak dapat melenyapkan rasa pedas di lidahku.
Keanu asik dengan makanan di hadapannya yang rasanya nampak normal, masih dengan tertawa-tawa. Dia menarik tanganku, memerintahkanku untuk duduk “Nih” katanya sambil menyodorkan sebotol air mineral yang dia ambil dari belakang tempat duduknya. Tanpa basa-basi lagi aku langsung meminumnya dengan tak santai.
“Kamu niat banget yaa” kataku speechless namun kali ini aku tersenyum tak habis pikir.
Keanu masih asik dengan makanan dihadapannya. “Aku cuma mau mastiin aja, ternyata ada yang lebih pedas dari wajah kamu sore ini” mulutnya penuh oleh makanan.
Lagi-lagi aku tersenyum, kemudian mengambil makanan yang ada dihadapan Keanu dan menukarnya dengan makanan milikku tadi. Dengan buru-buru aku langsung memakan ayam miliknya dengan lahap. Keanu menghadapkan tubuhnya ke arahku dengan wajah yang nyaris tertawa. Dia Mengangguk-ngangguk, “Oke.. oke…”katanya sambil kemudian mengambil sepotong ayam yang tadi aku makan dan mencelupkannya ke dalam sauce keju. Dia masih mengangguk “Pedes sih… tapi not bad lah yaa kalau pake keju…” dia masih menahan tawanya.
Aku menghadapkan tubuhku ke arahnya, “aku gak mau tau kamu harus habisin semua ini tanpa sauce keju!” kataku sambil mengambil semua sauce keju di hadapannya dan lagi-lagi kuhabiskan begitu saja.
Kali ini Keanu tak bisa menahan tawanya lagi. Aku sekuat tenaga menahan agar tak ikut tertawa.
“Gak usah sok cool gitu Master…” katanya masih tertawa dan meletakkan jarinya di ujung bibirku. “Ini sauce keju-nya buat apa ditaro disini? Buat dibawa pulang?”katanya kemudia melap pinggiran bibirku dengan telunjuknya. Kuambil beberapa lembar tissue yang ada di nampan dan melapnya sendiri. Aku gugup dan tak tau harus berkata apa, rasa kesalku tiba-tiba hilang dan soreku saat itu hanya diisi dengan tertawa.
Harus aku akui, Keanu memang pandai sekali mencairkan suasana dan aku menikmatinya. Aku tak ingin membahas hal yang terjadi tadi pagi, keberadaan Keanu disampingku saat ini sudah lebih dari cukup untukku. Setelah makan, Keanu mengajakku berkeliling Mall untuk melihat-lihat model sepatu yang kini sedang uptodate. Dia juga ingin tau apa saja nama sepatu yang selalu dikenakan oleh kaum hawa karea bisnisnya memkasa dia harus tau. Aku dengan sabar mengajarkannya beberapa hal. Tentang metode promo dan hal-hal yang perempuan suka dari sepasang Sepatu.
“Kamu suka banget sama sepatu ya Master?” Keanu bertanya saat aku sibuk melihat-lihat sepatu di sebuah Toko.
Aku mengangguk dan menjelaskan nama-nama model sepatu yang terpampang disitu. Keanu hanya mengangguk-ngangguk.
“Good shoes take us to a good place” kataku kemudian. Keanu hanya tersenyum mendengar quotes yang baru saja aku sampaikan. Jika dia memperhatikan, dia pasti tau bahwa aku gemar mengkoleksi sepatu. Apalagi dia sudah pernah masuk ke dalam kamarku dan sepatuku berderet rapi di tempatnya.
 “Ukuran sepatumu  size berapa Master? 36/37?” kali ini dia ikutan sibuk memilih sepatu bersamaku.
“Yah sekitaran segitu”, jawabku. Dia mengambil beberapa pasang sepatu dengan model yang berbeda-beda dan menghampiri salah satu penjaga toko yang sedari tadi menemani kami kemudian pergi bersamanya. Setelah puas melihat-lihat, aku duduk sebentar karena kakiku cukup lelah berjalan-jalan daritadi.
Tak lama kemudian Keanu datang dengan dua paperbag besar ditangannya, “Nah aku beli ini buat contoh, gimana menurut kamu Master? Masing-masing satu model biar aku gampang ingat” katanya kemudian. Aku tak habis pikir dengan kelakuannya.
“Contoh kan bisa kita googling Mas… tinggal print dan kasih ke Mas Egi untuk produksi” aku protes karena alasannya sama sekali tak masuk akal.
“Ya udah kalau gitu ini buat nambah-nambahin koleksi kamu deh..” katanya menyerahkan paperbag-nya kepadaku.
“What?” aku terperangah kali ini.
“Gak suka? Ya udah..” Keanu meletakkan paperbagnya di lantai dan melenglang pergi meninggalkan Toko.
Aku semakin tak habis pikir, aku raih kedua paperbag yang lumayan berat itu. Entah ada berapa pasang sepatu di dalamnya. Dan berlari kecil mengejar Keanu yang hanya berjalan santai. Aku berjalan cepat untuk membuat langkah kami sejajar.
“Mas… ini… eh…. “ aku berusaha menyampaikan sesuatu namun aku juga bingung.
Keanu menghentikan langkahnya, mengambil paperbag tersebut dari genggaman tanganku. “Aku capek nih master.. pulang yuk!” katanya kemudian. Lagi-lagi aku hanya mengikutinya. Ada perasaan yang tak menentu dalam diriku. Aku tak ingin Keanu bersikap seperti ini. Aku ingin Keanu bersikap biasa saja. Aku heran, kenapa hal seperti ini bisa dengan sangat mudah mengusik pikiranku. Aku flashback kembali, hal seperti ini harusnya biasa sekali untukku dan aku tak ingin membiasakannya lagi.
Setelah sampai diparkiran, Keanu meletakkan paperbag sepatu tersebut di bagasi. Aku buru-buru masuk. Keanu tak berkata apapun, dia hanya bernyanyi-nyanyi kecil saja.
“Kok tumben gak Monkey Mejik?” aku bertanya duluan.
“Hah?” katanya kemudian.
“Headlight!” kataku berseru.
“Kamu tau juga lagu-lagunya?” Keanu terkekeh.
“Ya gimana gak tau, setiap hari kamu puterin lagu itu terus”, tanpa aku sadari aku benar-benar mengingat setiap detail dari apa yang Keanu lakukan sehari-hari. Aku memandangi jalanan di luar jendela.
Keanu memutarkan lagu-lagunya lagi sekarang.
“Kapan-kapan kita ke Jepang yuk Master” katanya lagi. Tanpa harus dia jelaskan pun aku sudah tau kalau dia suka sekali dengan hal-hal yang berbau Jepang. Aku bisa melihatnya dari berbagai hal yang aku temui di rumah dan kamarnya .
“Boleh… rajin-rajin dulu Bisnisnya, biar bisa nabung” kataku tanpa memalingkan pandanganku.
“Iya pastinya.. udah mulai rame juga itu group Cat Women kita.”katanya antusias.
“Nanti sampe rumah aku browser beberapa model sepatu lagi buat di upload ke group” kataku menambahkan.
“Itu baru Masternya aku…..” Keanu mencondongkan tubuhnya kesamping.
Aku tersenyum saja, walaupun aku memperhatikan jalanan di luar sana, sudut mataku tak dapat berlari lebih jauh lagi dari setiap tingkah lakunya.
Akhirnya kami sampai di parkiran biasa di dekat rumahku. Keanu otomatis turun dan mengambil barang-barang yang ada di bagasi. Dia berjalan mengantarkanku ke rumah. Suasana malam itu sangat tenang sekali. Tubuhku sangat lelah dan mataku pun mengantuk tersapu oleh angin malam itu. Wajarlah, beberapa hari aku kurang istirahat karena jarang tidur. Jika malam ini aku akan tidur lelap, aku akan sangat senang sekali. Sesampainya di pagar rumah, seperti biasa Keanu menungguku untuk mengecheck segala sesuatunya terlebih dahulu, “Browsing sama update di group nya besok lagi aja Master, langsung tidur aja”, katanya. Aku hanya mengiyakan. Ada yang tak biasa dari sorot matanya malam ini, yang jelas itu membuatku ingin menahannya lebih lama disini. Namun fisikku tak lagi siap menampung segala pergerakanku dan hanya sanggup mengucapkan terima kasih.. Keanu hanya mengangguk sambil tersenyum kemudian berpamitan pulang, aku berdiri memandanginya dari balik pagar sampai dia lenyap dibalik tikungan. Malam ini aku hanya sempat membersihkan wajahku seadanya, mengganti bajuku dan langsung merebahkan tubuhku di kasur.
--------------------------
            Pagi ini aku terbangun dengan sangat bersemangat. Walaupun hari ini aku sudah mulai cuti, namun aku tetap bangun pagi. Sambil berpikir untuk memutuskan kapan aku akan pulang ke Jakarta. Sebenarnya aku tak ingin benar-benar pulang, masih ingin berada disini. Aku menyeduh susu hangatku pagi ini sambil bernyanyi-nyanyi kecil untuk mengusir sepi di rumah kosong ini. Kuraih handphone ku yang semalam tak sempat kumatikan. Ada beberapa notifikasi di layarnya. Kubuka dan aku kaget melihat nama itu muncul di deretan pesan yang masuk. Senja. Aku meletakkan susu yang dartitadi aku genggam ditangan kiriku. Kugenggam hapeku dengan dua tangan dan menggigit bibirku mempersiapkan apa yang akan aku lihat.
Senja : Jen, aku baik-baik saja disini. Aku percaya kamupun disana baik-baik saja. Aku menghilang bukan tidak memikirkanmu. Tentu saja aku memikirkanmu, memikirkan hubungan kita. Butuh waktu yang tidak sebentar untukku akhirnya bisa menghubungimu dan berkata jujur padamu. Tapi sepertinya aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Aku tidak bisa terus lari seperti ini. Apa yang sudah kita jalani selama ini tentu tak akan pernah cepat aku lupakan sampai kapanpun. Kamu perempuan yang luar biasa yang pernah aku temukan. Namun sepertinya tujuan kita dipertemukan memang bukan untuk mempertahankan hubungan ini. Tak perlu kujelaskan satu persatu alasannya, aku yakin kamu sudah paham
Senja : Percayalah, aku memutuskan hal seperti ini bukan karena aku sangat yakin tak akan menyesal dengan keputusanku dan tak akan tersiksa untuk membiasakan hariku tanpamu lagi. Namun untuk saat ini, aku rasa ini yang terbaik untuk kita berdua. Untuk hal tersebut akupun yakin kamu setuju.
Senja : Aku menyayangimu, aku harap kamu bisa lebih menyayangi dirimu sendiri. Maafkan aku atas segala kekuranganku selama ini. Doa baikku selalu menyertaimu. Take care.
Deretan-deratan kalimat itu berpendar dalam setiap ruang ditelingaku. Walaupun aku sudah sangat yakin untuk mempersiapkan hal ini sebelumnya, namun tak bisa kupungkiri, Senja benar dalam hal ini. Dadaku sesak, aku terduduk lemas. Tak terasa air mataku mengalir begitu saja. Aku mengusapnya dan kembali ke layar di handphoneku, jari-jariku belum siap untuk merespons pesan dari Senja itu. Air mata ini, entah adalah air mata kesedihan karena aku harus menerima kenyataan bahwa aku sudah kehilangan Seja. Atau air mata ketenangan karena pada akhirnya aku mendapatkan kabar kepastian darinya. Walaupun kabar yang tidak terlalu bagus untukku, namun setidaknya dia baik-baik saja. Aku close pesan dari Senja dan menuju pesan baru selanjutnya. Ada beberapa notifikasi dari group online shop namun aku abaikan. Pesan dari Keanu adalah yang selanjutnya aku tuju. Dia mengirimkan beberapa pesan dari semalam ternyata namun tak sempat aku buka. Reflex jariku langsung mengetik sebuah kata disitu “Peluuuuuuuuuuuk!”
Aku tak mengerti tentang perasaan yang aku rasakan, yang jelas air mataku tak mau berhenti mengalir. Rasanya, aku tak harus sesedih ini. Pikirku. Sepagi ini, Keanu mungkin belum bangun. Pesankupun hanya delivered saja namun belum juga dibacanya. Mau menyesal juga aku sudah terlanjur mengirimkannya. Aku hanya merenung di tempat tidur dan memeluk gulingku erat-erat. Semangat yang tadinya menggebu-gebu itupun sirna seketika dan aku tak tau harus berbuat apa. Aku sibuk memikirkan kata-kata apa yang harus aku ungkapkan kepada Senja untuk membalas pesannya tersebut. Namun tak juga aku temukan kata-kata yang pas. Kulihat pesanku pada Keanu, sekarang sudah menunjukkan tanda read. Tapi masih tak ada balasan darinya. Lagipula Keanu pasti heran dengan isi pesanku yang aneh seperti itu. Aku tak ada keinginan untuk menjelaskan padanya juga, jadi kubiarkan saja. Dalam benakku aku mencoba mengumpulkan potongan-potongan hal yang harus aku lakukan untuk membersihkan kekacauan yang ada dalam pikiranku.
Pagiku hilang ditenggelamkan siang. Apakah itu memang kamu, pemilik segala resahku?” – Jenna
Tiba-tiba lamunanku dibuyarkan oleh suara ketukan pagar. Entah berapa jam aku tetap berkutat dengan diriku sendiri, tak bergeming sedikitpun. Aku melirik dari balik gordeng kamarku. “Keanu..” aku bergumam. Kali ini dia memasukkan mobilnya tepat ke depan rumahku. Dia sudah keluar dari mobil yang mesinnya masih dibiarkan menyala. Aku langsung bergerak cepat membuka pagar dan reflex memeluk Keanu yang masih berdiri disamping pagar. Aku tak sanggup menahan luapan emosiku lagi, yang aku ingat aku memeluk Keanu sangat erat, sambil menagis dibahunya. Wangi parfume nya yang manis memenuhi indra penciumanku. Aku tak peduli dengan apa yang Keanu pikirkan tentang diriku, yang jelas aku merasa tenang sekali dalam dekapannya dan hanya ingin terus seperti ini. Yang aku tau, Keanu membalas pelukanku sambil mengelus-ngelus rambutku. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.
            Beberapa saat kemudian, aku mulai tenang dan air mataku sudah mulai mengering. Keanu bisa menenangkanku hanya dengan satu pelukan. Aku merasakan wajah dan mataku sedikit membengkak. Keanu membuka seluruh pagar dan memarkirkan mobilnya di garasi kali ini. Dia keluar lagi dan langsung menghampiriku yang masih sesegukan terduduk memeluk lutut disofa.
Dia jongkok di depanku dan menengadahkan wajahnya tepat dihadapan wajahku. Mengusap sisa air mata dipipiku dengan jarinya. Aku hanya bisa menggigit bibirku tanpa sanggup berkata-kata. “Putus?” katanya lembut masih sambil mengusap-ngusap pipiku. Aku hanya mengangguk pelan saja. Aku memperhatikan wajahnya dengan seksama dan aku benar-benar terpesona. Tak tau bahwa aku bisa ternyata bisa menjadi sangat jujur dihadapannya. Jujur mengenai perasaanku. “Kamu sedih karena diputusin atau karena memang gak mau putus?” tanyanya lagi. Aku hanya menggelengkan kepalaku. “Terus kenapa? Jelek banget..” katanya kali ini sambil tersenyum, manis sekali. Lagi-lagi aku hanya menggelengkan kepalaku. Keanu mengehela nafas panjang dan berdiri kemudian mengambil sesuatu dari dalam mobilnya. Dia menyerahkan Teh Kotak yang sudah dia buka dan menyodorkannya kepadaku. Aku langsung menyeruputnya dan meletakkannya kembali dipinggir sofa. Keanu mengambil rokok milikku, menyalakannya dan menyodorkannya lagi kepadaku, aku hanya menerimanya. Kemudian dia menyalakan rokok miliknya. Kini kami berdua hanya terdiam saja.
“Mandi gih sana… kita pergi yuk!” dengan nada memerintah seperti biasa dia mengabaikan aku yang masih terdiam.
Sementara aku, seperti tersihir oleh pesonanya hanya langsung bergegas mengiyakan. Aku menatap wajahku dicermin, menambahkan make up untuk menyembunyikan wajah dan mataku yang sembab. Rambutku yang panjang kukuncir ke atas senhingga wajahku kali ini terlihat sangat jelas. Aku mengenakan sweater putih dan jeans hitam ketat yang robek dibagian lututnya hari ini. Aku melirik ke deretan sepatu koleksi milikku, aku mangambil paperbag sepatu yang kemarin Keanu belikan. Aku membukanya satu persatu, ada 7 pasang sepatu di dalamnya. Aku tersenyum melihat sepatu-sepatu yang Keanu pilihkan. “Not bad..” pikirku. Aku memilih ankle boots yang haknya tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 5 cm berwarna hitam. Aku coba dan kulihat di cermin. Walaupun mataku masih terlihat sipit tapi tak masalah wajahku sudah kembali fresh. Aku meyakinkan pada diriku sendiri bahwa hari ini akan baik-baik saja. Biarlah segala pertanyaan tentang perasaanku yang campur aduk ini aku simpan dulu sampai nanti aku benar-benar bisa menafsirkannya. Aku siap untuk bersenang-senang. Aku melangkahkan kakiku keluar kamar. “Yuk..”kataku dengan senyum semanis mungkin. Keanu hanya tersneyum melihat penampilanku yang sudah kembali seperti semula, tidak semuram tadi. “Nah gitu dong kan cantik…” katanya berusaha menghiburku. Dia membukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan aku masuk. Setelah mengeluarkan mobil dan kembali mengunci pintu  pagar rumah, Keanu dan aku langsung meluncur entah kemana.
            Ternyata dia berjalan ke arah kampusnya. Waktu maish menunjukkan pukul 9 pagi saat itu. Dia memarkirkan kendaraannya di bawah sebuah pohon besar. Suasana disekitarnya sudah mulai dipenuhi oleh mahasiswa-mahasiswa yang akan berkutat dengan aktivitasnya masing. Sebagian besar masih menongkrong santai dipinggiran trotoar. Keanu kemudian mengambil handphonenya dan menelpon seseorang.
“Dimana?” tanyanya kemudian, aku hanya mendengar orang disebrang telepon sana menjawab dengar samar-samar. “Okay… nih gue kesitu” katanya lagi. Aku kebingungan. “Yuk!” katanya ke arahku.
“Kita ke kampusmu? Ngapain?” tanyaku agak sedikit berlebihan. “Ada yang harus aku urus di kampus dan kamu gak ke kantor pagi ini, jadi kamu gak ada pilihan lain selain ikut aku aja kan?” katanya memerintahkanku untuk segera turun. Keanu belum tau kalau aku sudah mulai cuti perhari ini. Aku mengingat dandananku dan agak sedikit cemas. Mengingat ini daerah kampus, bukan di Mall. “Ini aku gak apa-apa kayak gini?” tanyaku menunjuk jeasnku sekedar memastikan. “Kamu kan kesini nemenin aku, bukan buat masuk kelas” katanya tersenyum meyakinkan. Akhirnya aku mengikutinya untuk turun. Keanu berjalan kearahku, menarik tangaku dan menggenggamnya, dia sepertinya tau kalau aku agak kurang nyaman. Dengan sikap Keanu yang seperti itu, kecemasanku memudar perlahan dan aku sedikit aman. Sepanjang perjalanan, banyak yang hanya sekedar menyapa Keanu entah itu perempuan atau laki-laki. Keanu hanya menyautinya satu persatu dengan santai. Lumayan famous sepertinya dia ini di kampusnya. Beberapa tatapan sedikit menggangguku, terlebih lagi tatapan-tatapan dari anak-anak perempuan yang sedang bergerombol yang tak henti-hentinya menghujaniku dengan tatapan mencurigakan. Keanu mempererat genggaman tangannya matanya hanya menatap jalanan di hadapannya tak terlalu memperdulikan. Aku melirik ke arahnya dan berjalan dengan tenang. Dari kejauhan aku melihat segerombolan anak muda yang sedang duduk-duduk mengobrol di selasar.  Disana aku lihat ada Redi, Meow dan anak lainnya yang mukanya familiar untukku namun aku lupa namanya. Beberapa diantara mereka lebih tak asing lagi dimataku, teman-temannya Senja, malah satu orang diantaranya aku sangat kenal sekali karena dia adalah teman Band nya Senja. Aku melepaskan genggaman tangan Keanu secara reflex, Keanu melirik ke arahku, tersenyum melihat wajahku yang tak lagi dapat menyembunyikan rasa panik. Aku mengatur nafasku agar bisa terlihat normal, dalam batin aku meradang, entah masalah apalagi yang akan aku hadapi sekarang. Akhirnya kami tiba diselasar tersebut. Mereka langsung bercengkrama, Keanu tidak perlu lagi mengenalkanku pada teman-temannya karena sebagian besar aku sudah mengenalnya semua. “Iyoooo niaan lah kamu berduaaa tuh…” Redi menggoda kami berdua, Keanu hanya tersenyum sementara aku hanya basa-basi seadanya. “Senja mana Jen…” kata Feba yang dari tadi hanya sibuk tersenyum saja. Feba ini adalah Drummer band-nya Senja. “Dia kan lagi pulang ke Jambi..” jawabku santai. “Kapan pulang dia?” tanya Novan yang juga temannya Senja. Aku melirik kea rah Keanu sekilas, “Belum tau juga deh, kayaknya dia liburan panjang”, jawabku sambil tersenyum. Mereka hanya mengangguk-angguk saja. Meow sepertinya menangkap suasana yang awkward ini dan mencoba menetralisir. “Eh temen aku ada yang mau pesen sepatu yang di group tuh..” katanya sumringah. “Mana? Suruh add Pin BBM gue atau Jenna aja Mew..” kata Keanu antusias. Yang lainnya pun tiba-tiba bertanya tentang sepatu yang sedang kami perbincangkan. Meow menjelaskan sekilas, bahwa aku dan Keanu sekarang adalah partner bisnis dan sedang menekuni usaha sepatu walaupun masih online shop. Keanu dengan antusias mempromosikan produk-produknya. “Sudah aku bilang kan Ken.. Jenna ini orang yang pas buat diajak bisnis”, Redi melemparkan kalimat dengan wajahnya yang polos. Aku merasa terselamatkan disini, setidaknya ini meluruskan pemikiran mereka masing-masing yang melihatku jalan bersama Keanu, sementara aku yakin yang mereka tau aku masih pacar Senja. Aku berasa kembali ke jaman sekolah, dimana masalah seperti ini bisa sangat rumit disini. Tiba-tiba aku merindukan Jenna yang dulu lebih tak mau tau.
            Setelah bercengkrama sesaat Keanu berpamitan untuk mengurus urusannya terlebih dahulu. Aku hanya mengikutinya saja dan berjalan meninggalkan mereka semua yang dalam wajahnya masih menyiratkan beribu pertanyaan.
 “Aku lagi pengen makan bakso…” kataku lagi berusaha mendapatkan perhatiannya untuk segera meninggalkan tempat ini, karena sungguh membuatku tak nyaman.
“Ada bakso yang enak tuh di arah ke rumahku, nanti kita mampir kesana deh ya..” katanya sambil mengisi beberapa formulir di tangannya.
Tiba-tiba ada 3 orang perempuan yang menghampiri kami berdua.
“Ken.. kemana aja sih jarang keliatan?” kata perempuan satunya, dia tersenyum manis ke arah Keanu. Temannya yang dua orang hanya mengikuti dari belakang. Mata mereka tak henti-hentinya memandangiku dari ujung kaki sampai ujung rambut.
Keanu menghadap ke arah sumber suara dihadapnnya dan tersenyum “Ehhh….Marisa… kan aku cuti…” jawabnya meletekkan formulir yang sedang dia isi. Aku memperhatikan perempuan berambut panjang dan berkulit putih yang Keanu panggil Marisa.
“Jadi kapan atuh kamu mau photo-photoin kita-kita nih?” nada perempuan itu menjadi sangat manja dengan logat Sundanya.
“Hmmm kapan yaa, nanti aku kabarin deh.” Keanu menjawabnya masih dengan tersenyum, ada perasaan kesal dalam hatiku.
“Katanya mau minggu lalu, ditungguin juga.. gak ada kabarnya”, perempuan yang berambut ikal menimpali.
“Minggu lalu akunya sibuk Vi..” kata Keanu beralasan.
“Ya udah kalau gitu, ditunggu yaa…” kata gadis yang bernama Marisa dengan nada manja dan melirik sekilas ke arahku dengan senyum yang sinis.
Aku hanya memasang wajah yang datar tak bergeming sedikitpun.
“Daaahzz..” Keanu melambaikan tangannya kea rah gadis-gadis itu dan mengambil kembali formulir yang tadi dia abaikan.
Aku terdiam mematung dengan wajah super cool mencoba bersikap sewajar mungkin. “Nanti kita hunting-hunting photo yuk Master, aku lagi asik banget sama Hobby aku yang baru. Banyak banget tempat yang pengen aku datengin”, katanya lagi.
Aku ngedumel dalam hati, entah ada berapa lagi planning yang nanti akan dia sebutkan. “Sama orang-orang yang barusan?” kataku ketus.
“Engga lah, mereka sih apalah… ada temenku cewek juga, namanya Elen, nanti kita main ke kostannya deh abis ini. Kostannya juga searah sama tukang bakso yang aku maksud tadi.” Katanya menyanggah.
Keinginanku untuk makan bakso hilang seketika.
Akhirnya Keanu selesai mengisi formulir ditangannya. Dia menyerahkan formulir ke loket yang ada di hadapan kami dan aku buru-buru mengajaknya pergi dari tempat ini secepatnya.
“Kita ke tempat Mas Egi dulu aja, buat ngasihin pesanan sepatu yang udah numpuk.”kataku setibanya di dalam mobil.
“Siap Bos…” Keanu menjawab dan langsung mengarahkan mobilnya ke tempat yang aku maksud.
“Oh iya, kamu play Video yang ada disitu deh” Keanu menunjuk layar LCD yang ada di depanku.
 Aku menurutinya saja dan menonton video yang isinya ternyata adalah film kartun yang berjudul “South Park” ceritanya menurutku sederhana namun sangatlah lucu. Diperjalanan aku habiskan dengan tertawa terbahak-bahak, kesalkupun tiba-tiba hilang. Aku tak peduli dengan siapapun dia bergaul, dengan perempuan manapun dia bersikap manis yang jelas dirinya ada bersama diriku sekarang. Tiba-tiba aku semakin gemas dengan pria yang duduk disampingku, ada saja tingkahnya yang membuatku kadang hanya menggelengkan kepala.
“Masih ada series lengkapnya di rumah, nanti kamu nonton aja di rumah yaa… Meow juga nanti mau ke rumah kok.” Katanya menjelaskan.
Seperti biasa, Keanu ini memang tidak bisa ditolak. Apapun yang dia lakukan selalu berhasil membuatku mengangguk mengiyakan.
Sesampainya di rumah Mas Egi, kami langsung fokus pada pesanan saja. Kami mendiskusikan beberapa hal seperti metode pemesanan dan pengiriman. Untuk besok, kami sepakat untuk berkomunikasi mengenai pengiriman detail pemesanan hanya melalui email saja. Pengiriman kepada pemesan juga langsung dihandle oleh Ma Egi, kami hanya tinggal mengirimkan alamat customernya saja. Seminggu ini berjalan, pesanan kami sudah hampir menyentuh angka satu lusin. Awal yang baik, menurutku. Ditambah lagi, Keanu turun langsung untuk menghandle para sista-sista online shop di group BBM. Itu hanya membuatku tambah salut dengannya. Setelah semuanya selesai, kamipun langsung bergegas untuk melanjutkan perjalanan kembali. Aku melihat wajah Keanu sedikit kelelahan. Aku menawarkan diri untuk mengambil kemudi, namun dia hanya tersneyum dan berkata “Kamu duduk manis aja ya, nonton lagi South Park-nya”. Lagi-lagi aku hanya mengiyakan.
Tujuan kami selanjutnya adalah tempat Bakso yang Keanu maksud, perutku sudah mulai berdemo karena memang sudah masuk jam makan siang. Selama ada video itu, aku tak terlalu menghiraukan perutku yang keroncongan. Tiba-tiba kami sampai saja di tempat tujuan. Keanu langsung antusias menerangkan menu andalan disini. Dia memesan dua mangkuk bakso urat dan dua es campur. Sambil menunggu pesanan kami datang,  dia sibuk menceritakan bahwa dia sangat bangga dengan usaha sepatu yang sedang kami rintis. Tak lama kemudian pesanan kami datang, kami langsung melahap bakso yang memang sangat enak itu. Disela-sela makan, Keanu  masih bercerita mengenai planning-planningnya untuk mengembangkan bisnis ini, dia berharap bisa segera membuka Toko Sepatunya sendiri dan sampai sekarang sudah sibuk memeikirkan berbagai nama Brand untuk sepatunya. Dia juga bercerita bahwa dia sudah ngobrol dengan Ayahnya tentang semua ini dan sedikit banyak menceritakan tentang kehadiranku. “Nanti aku kenalin kamu sama Ayahku, dia selalu penasaran sama kamu Master…”katanya sambil melahap Baksonya. Aku yang tengah asik makan tiba-tiba tersedak dan menyeruput teh hangat yang memang disiapkan disitu. “Yehh… laper sih laper Master, tapi makannya pelan-pelan dong…” kata Keanu sambil menepuk-nepuk punggungku. Aku menyetarakan nafasku dan tertegun sejenak. Entah kenapa, mendengar pernyataan Keanu aku jadi sedikit gugup. “Oh iya, aku udah mulai cuti per hari ini dan mungkin besok aku mau pulang” kataku mengalihkan. “Kok kamu gak bilang? Jangan besok dong Master, aku masih ada satu urusan lagi di Kampus. Nanti kalau aku udah bisa aku bilang deh, secepatnya.” Katanya memelas. “Yah, nanti cuti aku keburu abis”, kataku akhirnya. “Emang dikasih cuti berapa lama?” tanya Keanu serius. “2 minggu…”aku nyengir. “Dih lama itu… tenang aja sih, pokoknya kamu ke Jakarta sekalian sama aku. Sekalian ada yang mau aku urusin juga soalnya.” Katanya lagi-lagi meyakinkan. “Ya udah sih kamu kan bisa nyusul… nanti aku bisa pulang naik travel kok. Yang penting kamu selesein dulu urusan kamu disini.” Kataku menegaskan. “No.. No.. No…” katanya sambil terus makan. Aku hanya berdecak karena tau percuma saja menentang keinginannya yang keras kepala. Akhirnya kami berdua selesai makan dan kembali bergegas pergi. Jadwal hari ini terasa padat untuk seukuran aku yang tak pernah punya planning sebelumnya. Keanu kini termasuk kedalam rutinitas sehari-hariku. Tanpa perlu berkabar kita pasti bertemu dan aku otomatis mengikuti kemanapun dia pergi. Satu waktu dimana kami benar-benar tak berkomunikasi adalah ketika kami sama-sama tertidur aku rasa.
Keanu mengarahkan kendaraannya ke jalanan yang asing dimataku. Jangan-jangan Keanu benar-benar mengajakku ke kostan temannya yang bernama Elen tadi itu. Oh my God! Kataku dalam hati. Aku celingak-celinguk saat Keanu memarkirkan mobilnya di sebuah lapangan yang relative luas. “Ini kita dimana Mas…” tanyaku kebingungan.
“Ih pikun, kan aku bilang tadi kita mau mampir ke kostannya Elen” katanya merapikan barang-barangnya di dalam mobil dan bergegas turun.
Aku mengikutinya dengan wajah tak tau lagi apa namanya. Setelah berjalan beberapa saat di jalan yang agak sempit, akhirnya kami sampai di sebuah kost-kostan berlantai dua yang tak terlalu luas. Pagar temboknya bercat putih dan pintu-pintu kamarnya berderet dengan cat warna biru. Keanu langsung membuka pagar hitam kecil yang ada di depannya. Nampak sekali bahwa dia sudah sangat familiar dengan tempat ini. Pikiran mengganggu lagi-lagi mampir di otakku, namun segera kubuang jauh-jauh. Setelah menaiki anak tangga, Keanu segera mengetuk salah satu pintu yang bernomor 105 dihadapnnya.
Dari balik pintu, keluarlah seorang gadis mungil yang tersenyum namun sedikit kaget melihat keberadaanku disini. “Kirain kamu gak jadi kesini…” katanya kemudian.
Eh mereka sudah janjian. Kapan? Pikirku dalam hati.
“Ya jadilah, aku kan gak pernah ingkar janji” kata Keanu meyakinkan. “Jen, ini Elen… Elen ini Jenna…” Keanu memperkenalkan kami berdua.
Aku menjabat tangannya sambil tersenyum.
Elen melirik ke arah Keanu dengan mencurigakan. “Tumben…” katanya lagi. Aku jadi semakin penasaran dengan mereka berdua, apa iya mereka hanya teman saja. “Yuk masuk yuk…” ajaknya.
“Kamu aja yang masuk sana… aku disini aja” Keanu menyuruhku masuk, sementara dia hanya duduk di balcon depan kostan dan mengeluarkan rokoknya.
Aku sedikit gugup di tempat baru dan dengan orang yang baru juga. Apalagi di Bandung ini aku tak punya banyak teman perempuan. Aku masuk ke dalam ruangan yang langsung mengarah ke Kasur, karena taka da tempat lain lagi yang bisa aku tuju. Aku duduk dan mengamati sekelilingku, seperti kost-kostan pada umumnya. Hanya ruangan sepetak saja yang isinya penuh sesak dengan barang-barang perempuan.
 Elen menawarkan minuman padaku, Keanu langsung berteriak dari luar. Teh Kotak aja Len…” katanya.
 “Oh, jadi ini gara-garanya Keanu sekarang sering banget minum Teh Kotak daripada kopi”, Elen hanya mengangguk-anggukan kepalanya, aku sama sekali tak mengerti.
“Jalan sama Jenna tuh Teh kotak terus sampe perut aku enek tau Len..” kata Keanu memegangi perutnya.
“Gak ada juga yang maksa kamu minum”, aku menimpali.
“Biarin aja Keanu mah emang gitu..” kata Elen dengan logat Sundanya.
Aku berpikir sepertinya Elen ini tahu banyak tentang Keanu. Ingin sekali aku menanyakan hal lebih banyak namun aku urungkan. Elen berjalan menuruni tangga meninggalkanku dan Keanu. Aku menghamipir Keanu di balcon, seperti tau maksud wajahku Keanu mulai menjelaskan. “Elen itu teman lama aku, di kampus. Dulu aku sering main-main ke kostannya dia yang di dekat kampus sebelum pindah kesini. Minjem kamar buat tidur, kalau lagi bosen nunggu jam kuliah, tapi sekarang udah gak pernah lagi. Aku sama Meow lho yaa, gak sendiri” dia menegaskan. Aku hanya tersenyum mendengarnya.
Elen tiba dengan Teh Kotak di tangannya, kali ini dia tidak sendiri tapi bersama temannya yang sudah heboh sedari tadi. Dia memperkenalkan namanya Devi. Devi langsung terfokus pada Keanu dan merekapun langsung asik mengobrol berdua, samar-sama aku dengar mereka sedang membicarakan spot yang enak untuk hunting photo. Elen menghampiriku yang daritadi hanya menyimak sambil melihat-lihat pohon manga yang sedang berbuah.
 “Kamu… sama Keanu… Hmmmm…” Elen melirik-lirik ke arah Keanu. Aku ikut melirik dan mulai mengerti maksudnya.
 “Oh… enggak, kita cuma teman aja.” Kataku akhirnya. Kalimat itu tiba-tiba saja meluncur dari mulutku.
 “Teman? Beda ah…” katanya menelisik.
 Aku mencoba santai, “apa yang beda?” tanyaku.
“Keanu kalau sama temen gak kayak gitu”, katanya lagi.
“Terus gimana?” tanyaku.
“Yah, beda pokoknya. Dia baik kok Jen..” katanya meyakinkan.
Aku tertegun. Siapa juga yang bilang Keanu tak baik. Aku hanya belum dapat memastikan perasaanku pada Keanu, selebihnya aku masih bingung dengan hubungan yang sedang aku jalani bersamanya. Elen ada benarnya, bukan seperti ini cara berteman. Bukan seperti aku dan Keanu. Aku mengalihkan pandaganku lagi pada pohon mangga yang daritadi aku sibuk amati.
“Ken, Jenna pengen mangga tuh” kata Elen kemudian.
“Eh bener banget tuh…. Ngerujak enak nih kayaknya…”kata Devi menimpali.
Aku mengiyakan.
“Hadeeeeeeeh… kalian ini cewek-cewek ribet banget. Mau rujak ya tinggal beli tuh dipinggir jalan banyak, gak usah ribet”, jawabnya asal-asalan.
“Tapi aku pengen metik mangganya langsung Mas..” kataku akhirnya.
“Kamu mau manjat?” Keanu tertawa.
 Aku mengedarkan pandanganku, kulihat ada sapu disudut pintu. Kuambil dan kuarahkan ke mangga yang menggantung tak jauh dari jangkauanku. Sepertinya mudah jika dibayangkan, tapi ternyata sangat sulit sekali. Keanu berdecak, dia melipat sweater biru yang dia kenakan hari ini dan melipat celana jeinsnya. Dia naik ke tembok pembatas yang dia duduki tadi, mengarahkan kakinya untuk mencapai dahan pohon mangga yang tak terlalu jauh namun aku tetap ngeri melihatnya.
“Hati-hati Mas… “ aku mendekati Keanu yang saat ini sudah bertengger di salah satu dahannya.
 “Mau yang mana nih? Cepetan banyak semut!” katanya.
Aku tertawa melihat tingkahnya, dari sudut mataku aku bisa melihat Elen dan Devi memperhatikan kami berdua.
“Udah yang mana aja sesampainya tanganmu aja. Petikin 3 abis itu udah deh.” Kataku sumringah. Keanu menuruti kataku. Sekarang dia agak kesulitan untuk menggapai tembok balcon kembali. Aku menyodorkan tanganku ke arahnya untuk membantunya, akhirnya dia meloncat.
Devi bergegas ke bawah untuk menyiapkan bumbu rujak. Aku meminta pisau kepada Elen dan mengupas mangga yang ada ditanganku. Aku cuci dan kupotong kecil-kecil. Akhirnya rujak itupun jadi, kami mengobrol banyak hal sambil menikmati rujak mangga yang segar disiang hari yang terik itu. Untunglah ada mangga ini, jika tidak aku tak tau bagaimana cara membaur dengan mereka.
“Habis dari sini kalian mau kemana?” tanya Elen sambil mengernyitkan matanya menahan mangga muda yang rasanya masih masam.
“Mau ke PVJ palingan kalau gak pulang” kata Keanu yang daritadi merokok saja, hanya sesekali dia mencicipi mangganya. Seperti biasa aku hanya mengangguk-angguk saja.
“Jenna pulang kemana Jen?” tanya Devi akhirnya.
“Pulang ke rumah gue mbak broooo” kata Keanu bercanda.
“Ah serius?? Kalian tetanggaan apa gimana?” Aku hanya tertawa. “Jangan-jangan kalian tinggal serumah.” Kata Devi menggoda aku dan Keanu. Lagi-lagi aku hanya tertawa.
“Eh serius eh..” kata Elen benar-benar ingin tau.
“Aku ngekost juga Len, tapi jauh dari rumah dia”, kataku menunjuk ke arah Keanu. Keanu berjalan ke bawah, entah kemana.
            Elen langsung menginterogasi aku. “Kamu sering ke rumahnya Keanu?” tanyanya, Devi hanya menyimak.
 “Aku mengangguk”, seingatku memang begitu. “Di rumahnya emang beneran gak pernah ada orang yaa?” tanyanya lagi.
“Cuma ada Bibi sama kucingnya aja, mau kesana? Yuk.” jawabku datar.
            “Waaaaaaaaaaaaaaah…..” Elen tampak terperangah.
“Kenapa?” kataku.
 “Engga..” Elen tersenyum ke arah Devi.
Aku mulai menaruh curiga. “Kenapa gaak???’ tanyaku lagi.
“Gak apa-apa Jen, lanjutkan!” Katanya kemudian. aku masih sangat tidak paham dengan apa yang mereka maksud. Jangan-jangan dugaanku salah, sepertinya Elen tak tau apa-apa tentang kehidupannya Keanu, bisa dibilang dia termasuk ke dalam salah satu yang penasaran. Aku hanya menduga-duga saja karena tak mungkin bertanya langsung pada mereka yang baru saja aku kenal.
Keanu kembali ke atas ternyata dia habis membeli rokok. “Yuk master berangkat… ntar kesorean lagi, udah mendung juga nih”, katanya sambil melirik ke arah langit dan menyerahkan kunci mobilnya ketanganku, mungkin kali ini menyerah.
“Emangnya kita mau kemana sih Mas?” tanyaku mengambil kunci mobil yang dia sodorkan namun aku masih tak beranjak karena mulutku masih kepedasan.
“Pulang…” katanya sambil tersenyum.
“Pulang kemana nih?” aku bertanya dengan gugup. Keanu hanya tersenyum tak menghiraukan.
Elen dan Devi terus saja menggoda kami. Dimata mereka berdua nampaknya kami sudah seperti sepasang kekasih.  Antara harus senang atau bingung, aku lebih memilih point yang pertama. Akhirnya kami berduapun pamit. Elen dan Devi mengantarkan kami sampai ke parkiran di dekat lapangan tadi. Aku membuka kaca mobil dan melambaikan tangan kea rah mereka. Kamipun meluncur pergi dari tempat itu.
Diperjalanan, aku mengarahkan mobilnya ke PVJ namun aku segera bersuara. “Kita gak usah mampir-mampir lagi, langsung pulang aja yuk.” Aku bisa membaca lelah yang menggantung di wajah Keanu.
“Pulang kemana?” dia bertanya menggoda aku.
“Ke rumah kamu..” aku balas menggodanya.
Keanu hanya tersenyum dan aku memacu mobilnya dengan cepat, karena jalanan sore ini relative lengang. Akhirnya kami tiba di rumahnya. Seperti biasa aku langsung mengikutinya masuk ke dalam kamarnya. Tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu, Keanu langsung merebahkan dirinya di Kasur. Aku membuka gordeng dan jendela kamarnya, langsung menuju ke spot favoritku di balcon. Awan mendung menyelimuti kangit sore ini sehingga tak banyak pemandangan yang dapat aku lihat, namun aku tetap menikmatinya. Tanpa sadar Keanu sudah berdiri di sampingku.
“Mendungnya pas, aku suka” katanya kemudian.
Aku terperangah menengadah langsung ke wajah pria disampingku ini. Aku sepertinya familiar dengan kata-kata itu. Namun semakin aku berusaha untuk mengingat-ngingatnya semakin aku lupa.
Aku menghela nafas panjang. “Ini bukan sepi, ini tenang” balasku.
“Jen…” Keanu memanggil namaku.
Aku menoleh kearahnya.
“Janji yaa, jangan pernah nangis lagi didepanku. Apapun alasannya.” Ucapan Keanu terdengar tulus sekali.
Aku memalingkan pandanganku kembali ke depanku dan mengangguk.
Kami berdua sama-sama terhanyut dengan pemandangan di hadapan kami. Entah apa yang dapat aku sebut Indah, di balik gelapnya awan yang menggantung disana, aku titipkan sebuah cahaya. Aku harap Keanu bisa menemukannya, jika suatu saat aku tersesat.
Tangan kami sama-sama memegangi pagar balcon yang tingginya hanya sepaha orang dewasa. Salah satu tangan kami berdekatan sangat dekat sekali, hampir bersentuhan. Hanya udara yang menjadi celahnya. Aku sedikit gemetar, ingin sekali aku genggam tangan itu. Kurasa tangan Keanu tak bergeming sama sekali, matanya tetap memandang ke atas awan. Menerawang entah kemana. Aku ingin  ikut masuk ke dalamnya. Tanpa sadar aku hanya tersenyum memikirkannya.
Setelah langit bergemuruh beberapa saat, akhirnya hujan menjatuhkan bulir-bulirnya ke Bumi. Sama seperti aku yang sudah lama menjatuhkan cintaku padanya, tanpa aku sadari sebelumnya.

“Tak ada yang perlu kamu tau dari warna langitku yang abu-abu. Yang perlu kamu tau, senyum merona merah jambu dipipiku adalah karya buatanmu” – Jenna

No comments:

Post a Comment