“Sejak pagi aku bersiap,
menjatuhkan curahku ke bumi. Karena kau memberi pertanda, perhiasan angkasa
yang paling muram di dunia.” - Mendung
Aku
tak pernah menyadari, bahwa di satu sore yang mendung cinta telah lebih dulu
menghampiriku. Tepat dimana kedua pasang mata kita saling berpaut namun hati
belum siap untuk terjatuh. Akhir November yang mendung, kurasa kau telah
mengutukku ke dalam cinta yang masih belum dapat kuterka.
KEANU
September - 2015
Jennara,
pembawaannya yang tenang selalu berhasil membuat aku merasa nyaman didekatnya.
Tak ada sekalipun aku bosan jika sudah terlibat percakapan dengannya. Baik itu
mengenai apa yang kita bicarakan atau hanya sekedar duduk diam sambil
sekali-kali aku mencuri pandang pada gadis yang akhir-akhir ini sudah berhasil
mencuri perhatianku. Terkadang aku tahu, Jenna sadar mataku selalu
memperhatikannya diam-diam. Namun dia tetaplah Jenna, Jenna yang tak pernah
komentar akan segala prilaku anehku. Dia menyenangkan, siapapun pasti akan
betah berlama-lama dengannya. Matanya berwarna coklat, lebih terlihat terang
jika diterpa cahaya. Rambutnya hitam panjang bergelombang, lebih sering
dibiarkan terurai berantakan. Parasnya manis ditambah gayanya yang manja memang
terlihat seperti kebanyakan perempuan normal lainnya. Namun dibalik semua itu,
aku yakin Jenna menyimpan sesuatu yang bisa membuatku ikut larut dalam
kehidupannya. Tatapan mata yang terlanjur tenang namun mengandung sesuatu yang
liar. Pandangannya lebih banyak kosong dan seolah sengaja dibiarkan terbuka,
Jika aku tatap lebih lama dan mencoba masuk, aku khawatir akan memilih tinggal disana selamanya.
Sampai sekarang aku masih mencari tahu, alasan dia bisa tertawa selepas itu dibalik
segala kebahagiannya yang kurasa fana. Harusnya aku sadar ada yang salah sejak
pertama kali kita bertemu dan aku tak pernah tau itu apa. Kurasa jika dihitung
berat beban yang dia pikul tak akan sebanding dengan tampilan tubuhnya yang
mungil. Ingin bertanya tapi takut disangka sok tahu. Jadi kubiarkan saja dia
begitu, entah berapa lama dia akan bertahan dengan senyumnya yang palsu.
Baru
membayangkannya saja sudah membuat bulu kudukku berdiri, kira-kira apa rasanya
jadi orang yang tega melukai makhluk seindah dia? Jawabanku saat itu hanya
satu, aku ingin melindunginya tanpa ketahuan.
Waktu
terus berlalu, buatku sosok Jenna bukan hanya sekedar seorang sahabat, teman
dekat, pacar atau apapun itu. Kini dia telah menjadi salah satu rutinitas
sehari-hariku. Hidupku kini bukan hanya untuk kuliah dan bermain dengan
sahabt-sahabatku, Jenna mengalihkan perhatianku. Jenna pernah sekali berbicara
tentang kehidupan pribadinya. Tentang kehidupan sehari-harinya dan beberapa hal
yang dia suka, salah satunya adalah Traveling. Yang satu itu, aku setuju. Keinginannya
itu, menjadi keinginanku juga. Tersimpan rapi dalam note pribadiku untuk
mengajaknya pergi, kemanapun dia mau. Yang lebih tak habis pikir, kenapa dia
kini otomatis menjadi salah satu prioritas dalam hidupku. Penasaran pasti ada, kenapa
aku rela membagi kehidupanku dengan orang asing yang baru saja datang
dikehidupanku. Lagi-lagi Jenna menang, tanpa harus meminta aku akan selalu
mengiyakan jika dia meminta separuh waktuku. Kebersamaanku dengannya saat ini
lebih berharga untuk kuhabiskan dengan segala pertanyaan yang mungkin saja tak
akan kudapatkan jawabannya. Lagipula belum tentu apa yang aku perkirakan
tentang Jenna itu benar semua. Sekali lagi, Jenna hanya orang asing. Mungkin
besok atau lusa dia pergi dan itu tak
akan ada pengaruhnya untuk kehidupanku. Semakin aku mengulang kata-kata
itu dihatiku, semakin aku ingin bertemu dengannya. Lagi.
Duduk
di teras ditemani kopi dan rokok, bahagia itu sederhana. Yang rumit itu mencoba
menyatukan semua potongan puzzle yang ada dalam benakku. Aku mengingat saat
pertama mengenalnya dulu. Perempuan yang berasal dari Jakarta dan pada saat itu
bekerja disebuah distro di Bandung. Pekerjaannya itu yang membawaku
mengenalnya. Terlintas dari niatku menjadi pengusaha muda dan tak sengaja
mengikuti saran temanku yang memang berurusan dengan distro tempat Jenna bekerja.
Satu hal yang tak ingin ku ambil pusing, Jenna memiliki kekasih yang akupun tak
mau tahu. Sempat terpikir untuk bertanya lebih dalam, lagi-lagi tak pernah
kulakukan.
Jenna,
Jenna, Jenna. Setiap hari selalu seperti itu. Aku tak terima jika ini disebut
jatuh cinta. Kusuntikan pikiran positif langsung ke dalam nadiku. Jenna adalah
orang yang tepat yang aku temui saat aku ingin belajar. Belajar tentang apapun.
Tak berlebihan jika aku ingin ada pertemuan-pertemuan berikutnya, untuk urusan
bisnis atau apapun yang aku sendiri selalu malas untuk menerka-nerka dan
kemudian kuabaikan Tak sadar aku selalu memikirkan alasan, alasan yang dapat
mengantarkanku kepada pertemuan-pertemuan berikutnya. Aku terlena dengan dunia
baruku yang sekarang ini sudah ada Jenna. Kami tak pernah terikat oleh komitmen
apapun, atau berbicara tentang status seperti yang banyak orang pertanyakan.
Jenna mengajarkanku cara bersenang-senang menikmati kehidupan. Yang aku rasa
pada saat itu, Jenna pun menikmati kebersamaan yang kadang kurencanakan. Tanpa
harus berkata, Jenna tau apa yang aku mau dan aku butuhkan. Dia selalu berhasil
mengetahui apa yang aku rasakan. Selalu menghadapi segala keluh kesahku hanya
dengan satu senyuman. Yang aku rasakan, Jenna tahu bahwa aku sangat kesepian.
Setelah
kehadirannya, setelah semua yang telah kami lewati bersama dan setelah banyak
orang datang bergantian dikehidupanku munculah pertanyaan-pertanyaan yang
sedikit menguras akal sehatku. Kriteria perempuan seperti apa yang aku cari
selama ini. Apakah aku hanya membutuhkan teman perempuan seperti Jenna atau
malah aku butuh Jenna untuk arti yang lebih dalam lagi? Apakah memang hanya
untuk urusan bisnis atau lebih penting daripada itu? Atau mungkin aku hanya
seperti pria lainnya yang hanya ingin memuaskan rasa penasarannya namun tak
mengerti harus mulai darimana? Yang jelas, ketidakhadirannya membuatku
bertanya, perempuan seperti apa yang layak aku percaya?
Di
kamarku sekarang, aku harus menyerah bahwa selama ini aku tak pernah mengetahui
apapun tentang dirinya, selain Jenna yang sudah menyita waktu dan perhatianku.
Yang membuatku rela kehilangan waktu luangku hanya untuk melihat senyuman itu
lagi. Yang membuatku takjub, bisa tak peduli dengan apa pandangan teman-temanku
tentang semua ini. Saat itu aku tak begitu mempermasalahkan hal tersebut, untukku
kehadirannya sudah lebih dari cukup. Jenna mampu meredam egoku yang selama ini
selalu beranggapan bisa melakukan apapun sendirian. Seorang pejuang tangguh
sekalipun, ternyata butuh teman.
“Jenna dimanapun kau berada saat
ini, aku merindukanmu.” Aku lihat waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Aku mulai mengantuk, berharap bertemu dengan
sosok nya dimimpi dan menanyakan alasannya pergi. Namun tak pernah berhasil
hingga detik ini.
”Aku melewatkan satu keajaiban
kecil dalam hidupku. Andai bisa kusimpan, tentu senyummu lah yang paling banyak
mengisi kantongku”. - Keanu
------------------------------
No comments:
Post a Comment