Wednesday, November 6, 2013

2. And the rest is history.


“Sejak pagi aku bersiap, menjatuhkan curahku ke bumi. Karena kau memberi pertanda, perhiasan angkasa yang paling muram di dunia.” - Mendung

Aku tak pernah menyadari, bahwa di satu sore yang mendung cinta telah lebih dulu menghampiriku. Tepat dimana kedua pasang mata kita saling berpaut namun hati belum siap untuk terjatuh. Akhir November yang mendung, kurasa kau telah mengutukku ke dalam cinta yang masih belum dapat kuterka.

KEANU

September - 2015

Jennara, pembawaannya yang tenang selalu berhasil membuat aku merasa nyaman didekatnya. Tak ada sekalipun aku bosan jika sudah terlibat percakapan dengannya. Baik itu mengenai apa yang kita bicarakan atau hanya sekedar duduk diam sambil sekali-kali aku mencuri pandang pada gadis yang akhir-akhir ini sudah berhasil mencuri perhatianku. Terkadang aku tahu, Jenna sadar mataku selalu memperhatikannya diam-diam. Namun dia tetaplah Jenna, Jenna yang tak pernah komentar akan segala prilaku anehku. Dia menyenangkan, siapapun pasti akan betah berlama-lama dengannya. Matanya berwarna coklat, lebih terlihat terang jika diterpa cahaya. Rambutnya hitam panjang bergelombang, lebih sering dibiarkan terurai berantakan. Parasnya manis ditambah gayanya yang manja memang terlihat seperti kebanyakan perempuan normal lainnya. Namun dibalik semua itu, aku yakin Jenna menyimpan sesuatu yang bisa membuatku ikut larut dalam kehidupannya. Tatapan mata yang terlanjur tenang namun mengandung sesuatu yang liar. Pandangannya lebih banyak kosong dan seolah sengaja dibiarkan terbuka, Jika aku tatap lebih lama dan mencoba masuk, aku khawatir akan memilih tinggal disana selamanya. Sampai sekarang aku masih mencari tahu, alasan dia bisa tertawa selepas itu dibalik segala kebahagiannya yang kurasa fana. Harusnya aku sadar ada yang salah sejak pertama kali kita bertemu dan aku tak pernah tau itu apa. Kurasa jika dihitung berat beban yang dia pikul tak akan sebanding dengan tampilan tubuhnya yang mungil. Ingin bertanya tapi takut disangka sok tahu. Jadi kubiarkan saja dia begitu, entah berapa lama dia akan bertahan dengan senyumnya yang palsu. Baru membayangkannya saja sudah membuat bulu kudukku berdiri, kira-kira apa rasanya jadi orang yang tega melukai makhluk seindah dia? Jawabanku saat itu hanya satu, aku ingin melindunginya tanpa ketahuan.

Waktu terus berlalu, buatku sosok Jenna bukan hanya sekedar seorang sahabat, teman dekat, pacar atau apapun itu. Kini dia telah menjadi salah satu rutinitas sehari-hariku. Hidupku kini bukan hanya untuk kuliah dan bermain dengan sahabt-sahabatku, Jenna mengalihkan perhatianku. Jenna pernah sekali berbicara tentang kehidupan pribadinya. Tentang kehidupan sehari-harinya dan beberapa hal yang dia suka, salah satunya adalah Traveling. Yang satu itu, aku setuju. Keinginannya itu, menjadi keinginanku juga. Tersimpan rapi dalam note pribadiku untuk mengajaknya pergi, kemanapun dia mau. Yang lebih tak habis pikir, kenapa dia kini otomatis menjadi salah satu prioritas dalam hidupku. Penasaran pasti ada, kenapa aku rela membagi kehidupanku dengan orang asing yang baru saja datang dikehidupanku. Lagi-lagi Jenna menang, tanpa harus meminta aku akan selalu mengiyakan jika dia meminta separuh waktuku. Kebersamaanku dengannya saat ini lebih berharga untuk kuhabiskan dengan segala pertanyaan yang mungkin saja tak akan kudapatkan jawabannya. Lagipula belum tentu apa yang aku perkirakan tentang Jenna itu benar semua. Sekali lagi, Jenna hanya orang asing. Mungkin besok atau lusa dia pergi dan itu tak  akan ada pengaruhnya untuk kehidupanku. Semakin aku mengulang kata-kata itu dihatiku, semakin aku ingin bertemu dengannya. Lagi.

Duduk di teras ditemani kopi dan rokok, bahagia itu sederhana. Yang rumit itu mencoba menyatukan semua potongan puzzle yang ada dalam benakku. Aku mengingat saat pertama mengenalnya dulu. Perempuan yang berasal dari Jakarta dan pada saat itu bekerja disebuah distro di Bandung. Pekerjaannya itu yang membawaku mengenalnya. Terlintas dari niatku menjadi pengusaha muda dan tak sengaja mengikuti saran temanku yang memang berurusan dengan distro tempat Jenna bekerja. Satu hal yang tak ingin ku ambil pusing, Jenna memiliki kekasih yang akupun tak mau tahu. Sempat terpikir untuk bertanya lebih dalam, lagi-lagi tak pernah kulakukan.

Jenna, Jenna, Jenna. Setiap hari selalu seperti itu. Aku tak terima jika ini disebut jatuh cinta. Kusuntikan pikiran positif langsung ke dalam nadiku. Jenna adalah orang yang tepat yang aku temui saat aku ingin belajar. Belajar tentang apapun. Tak berlebihan jika aku ingin ada pertemuan-pertemuan berikutnya, untuk urusan bisnis atau apapun yang aku sendiri selalu malas untuk menerka-nerka dan kemudian kuabaikan Tak sadar aku selalu memikirkan alasan, alasan yang dapat mengantarkanku kepada pertemuan-pertemuan berikutnya. Aku terlena dengan dunia baruku yang sekarang ini sudah ada Jenna. Kami tak pernah terikat oleh komitmen apapun, atau berbicara tentang status seperti yang banyak orang pertanyakan. Jenna mengajarkanku cara bersenang-senang menikmati kehidupan. Yang aku rasa pada saat itu, Jenna pun menikmati kebersamaan yang kadang kurencanakan. Tanpa harus berkata, Jenna tau apa yang aku mau dan aku butuhkan. Dia selalu berhasil mengetahui apa yang aku rasakan. Selalu menghadapi segala keluh kesahku hanya dengan satu senyuman. Yang aku rasakan, Jenna tahu bahwa aku sangat kesepian.

Setelah kehadirannya, setelah semua yang telah kami lewati bersama dan setelah banyak orang datang bergantian dikehidupanku munculah pertanyaan-pertanyaan yang sedikit menguras akal sehatku. Kriteria perempuan seperti apa yang aku cari selama ini. Apakah aku hanya membutuhkan teman perempuan seperti Jenna atau malah aku butuh Jenna untuk arti yang lebih dalam lagi? Apakah memang hanya untuk urusan bisnis atau lebih penting daripada itu? Atau mungkin aku hanya seperti pria lainnya yang hanya ingin memuaskan rasa penasarannya namun tak mengerti harus mulai darimana? Yang jelas, ketidakhadirannya membuatku bertanya, perempuan seperti apa yang layak aku percaya?

Di kamarku sekarang, aku harus menyerah bahwa selama ini aku tak pernah mengetahui apapun tentang dirinya, selain Jenna yang sudah menyita waktu dan perhatianku. Yang membuatku rela kehilangan waktu luangku hanya untuk melihat senyuman itu lagi. Yang membuatku takjub, bisa tak peduli dengan apa pandangan teman-temanku tentang semua ini. Saat itu aku tak begitu mempermasalahkan hal tersebut, untukku kehadirannya sudah lebih dari cukup. Jenna mampu meredam egoku yang selama ini selalu beranggapan bisa melakukan apapun sendirian. Seorang pejuang tangguh sekalipun, ternyata butuh teman.

            “Jenna dimanapun kau berada saat ini, aku merindukanmu.” Aku lihat waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari.  Aku mulai mengantuk, berharap bertemu dengan sosok nya dimimpi dan menanyakan alasannya pergi. Namun tak pernah berhasil hingga detik ini.

”Aku melewatkan satu keajaiban kecil dalam hidupku. Andai bisa kusimpan, tentu senyummu lah yang paling banyak mengisi kantongku”. - Keanu

------------------------------

No comments:

Post a Comment